Rabu, 27 Juni 2007

Download

Tuhan adalah Fisika Kuantum?
Judul buku : Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan AgamaPenulis : Ian G. BarbourPenerbit : MizanHalaman : "Pada mulanya Tuhan menciptakan langit dan Bumi."--Kejadian I:1"Tetapi, tak ada seorang pun yang melihatnya." --Steven Weinberg, (The First Three Minutes, 1977)Setiap kejadian menuntut suatu sebab. Tidak ada rangkaian tak terhingga dari sebab, sehingga mesti ada suatu "sebab pertama" bagi sesuatu. Dan sebab itu adalah Tuhan. Samuel Clarke dalam buku A Demonstration of the Being and Attributes of God (1978) menyatakan bahwa "tak ada yang lebih absurd daripada menduga bahwa sesuatu ada, bukannya tiada."Keyakinan bahwa jagad raya sebagai keseluruhan mesti memiliki sebab, dan sebab itu adalah Tuhan, diucapkan pertama kali oleh Plato dan Aristoteles. Pemikiran sains-religius ini selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Aquinas serta mencapai bentuk yang meyakinkan oleh Gottfried Wilhelm van Leibniz dan Samuel Clarke pada abad ke-18. Pemikiran ini dikenal sebagai argumen kosmologis, yakni argumen kausal dan argumen kontingensi.Argumen kosmologis dibicarakan dengan skeptisisme oleh David Hume dan Immanuel Kant, yang kemudian diserang secara sengit oleh Bertrand Russell. Sasaran argumen kosmologis berlapis dua. Pertama, menegakkan eksistensi "penggerak pertama", wujud yang menerangkan eksistensi dunia. Kedua, membuktikan bahwa wujud ini adalah Tuhan (God) sebagaimana dipahami oleh para teolog dalam doktrin Yudeo-Kristiani.Dalam kehidupan, kita jarang meragukan bahwa seluruh kejadian alam semesta ini disebabkan dengan cara tertentu. Misalnya, sebuah jembatan ambruk karena jembatan tersebut kelebihan beban, salju mencair karena panas matahari, dan sebatang pohon tumbuh karena sebutir biji telah ditanamkan. Lalu, adakah sebuah benda tidak memiliki sebab?Paul Davies, guru besar Fisika Teori pada Universitas New Castle-upon-Tyne, Inggris, dan penulis buku God and the New Physics (1987), menyatakan bahwa banyak ide baru bermunculan di garis depan fisika dasar: teori superstring dan pendekatan lain terhadap apa yang disebut Teori tentang Segala Sesuatu (Theories of Everything), dan kosmologi kuantum sebagai sarana untuk menjelaskan bagaimana alam semesta dapat muncul dari tiada (The Mind of God: The Scientific Basis for a Rational World, 1993).Di samping itu, telah muncul perhatian luar biasa terhadap apa yang secara sederhana dapat dilukiskan sebagai titik-perjumpaan sains kontemporer dan agama. Pemikiran ini memperoleh dua bentuk yang berbeda. Pertama, dialog yang berkembang pesat antara ilmuwan, filsuf, dan teolog mengenai konsep penciptaan dan isu-isu terkait. Kedua, mode yang sedang berkembang dalam pemikiran mistik dan filsafat Timur, yang telah diklaim oleh beberapa komentator sebagai membuat kontak yang dalam dan bermakna dengan fisika dasar.Kendati agama secara intrinsik memiliki unsur yang abadi, suci, dan final, pemahaman serta penafsiran atasnya bersifat terbuka dan manusiawi. Desakan untuk menafsirkan agama secara demikian itu semakin diintensifkan oleh kemajuan sains dan teknologi. Sains dan teknologi telah memunculkan tantangan serius terhadap pandangan agama. Teologi klasik akan terlihat usang jika bersikeras mempertahankan doktrinnya tanpa mengupayakan tanggapan baru yang bersifat kreatif dan progresif.Untuk itu, Profesor Ian G. Barbour, guru besar Fisika dan juga guru besar Teologi pada Carleton College, Amerika Serikat, mengajukan "teologi proses" sebagai jalan untuk mendobrak kebekuan pemikiran keagamaan dalam berinteraksi dengan sains kontemporer. Dengan mengambil ilham dari "filsafat proses" Whitehead, Barbour melalui buku Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama berupaya mengintegrasikan konsep sains kontemporer dengan agama. Dengan cara inilah, manusia diharapkan dapat lebih mengenal Tuhannya, alam semesta, dan hakikat dirinya sendiri, juga hubungan antara ketiganya.Kekuatan buku ini terletak pada upaya penulis dalam mengintegrasikan karakteristik teori ilmiah yang fundamental dengan model pemahaman tentang Tuhan. Barbour mencoba memetakan hubungan sains dengan agama. Menurutnya, antara sains dan agama terdapat empat varian hubungan: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Dalam hubungan konflik, sains menegasikan eksistensi agama dan agama menegasikan sains. Masing-masing hanya mengakui keabsahan eksistensinya. Dalam hubungan independensi, masing-masing mengakui keabsahan eksistensi yang lain dan menyatakan bahwa di antara sains dan agama tak ada irisan satu sama lain. Dalam hubungan dialog, dia mengakui di antara sains dan agama terdapat kesamaan yang dapat didialogkan antara para ilmuwan (saintis) dan agamawan (teolog).Dalam buku ini, Barbour mengkaji apakah sains kontemporer dapat memberikan 'kunci' yang akan membuka rahasia (gaib) dari pertanyaan besar yang telah menarik perhatian umat manusia selama ribuan tahun. Ia mengeksplorasi eksistensi Allah (God) dan evolusi, genetika dan kodrat manusia, neurosains dan inteligensi buatan; serta teologi, etika, dan lingkungan.Dengan memetakan cara bagaimana teori dari ilmuwan, seperti Charles Darwin, Stuart Kauffman, Arthur Peacocke, Alfred North Whitehead, Terrence Deacon, Claude Levi-Strauss, Paul Tillich, James Watson, dan Keith Ward, Barbour telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. Ia menempatkan penemuan para ilmuwan ini ke dalam konteks bersama dengan tulisan para filsuf, seperti Plato, Rene Descartes, David Hume, dan Immanuel Kant.Pemikiran sains kontemporer hingga teologi klasik dari para ilmuwan ini dicoba dipertemukan dan dipertentangkan satu sama lain dalam buku yang cukup memikat ini. Kesimpulannya yang mengejutkan kita adalah bahwa alam semesta bukanlah produk sampingan minor dari kekuatan tanpa pikiran dan tujuan. Kita sungguh berarti ada di sini. Dengan menggunakan sains kontemporer, kita dapat menemukan realitas Tuhan.Menemukan TuhanSebuah majalah di Amerika pernah menyatakan dalam headline: Astronomers Discover God! (Para Astronom Menemukan Tuhan!). Subyek artikel itu adalah Big Bang (Dentuman Besar) dan kemajuan mutakhir dalam pemahaman tentang penggalan waktu dari jagad raya. Fakta penciptaan itu sendiri dipandang memadai untuk mengungkapkan makna pernyataan: Tuhan menyebabkan penciptaan? Mungkinkah memahami penciptaan tanpa Tuhan?Model biblikal tentang Allah adalah analog yang ditarik dari satu ranah pengalaman untuk menafsirkan peristiwa di dalam ranah pengalaman lain. Dalam Alkitab (Injil), ada pelbagai ragam model Allah. Dalam Kitab Kejadian, Allah dilukiskan sebagai perancang maha tahu yang memenangkan keteraturan (cosmos) atas kekacauan (chaos).Teks biblikal lain melukiskan-Nya sebagai seorang perajin tanah liat yang sedang membentuk sebuah barang (Yeremia 18:6; Yesaya 64:8) atau arsitek yang membangun fondasi untuk sebuah bangunan (Ayub 38:4). Allah dibayangkan sebagai Tuhan dan Raja, yang memerintah baik atas alam maupun sejarah. Dalam Perjanjian Baru, Allah mencipta melalui Firman (Yohanes 1), sebuah istilah yang menyatukan ide Ibrani akan Firman Ilahi yang aktif dalam dunia dan pandangan Yunani akan firman (logos) sebagai prinsip rasional.Kaum muslim memahami bahwa kegaiban Allah menyangkut salah satu sifat utama dan fundamental Allah. Kitab suci Al-Quran secara tegas dan deterministis--misalnya QS.10:101--memerintahkan umat manusia untuk mengkaji secara sistematis, cermat, dan sabar terhadap fenomena alam semesta. Allah Swt. berfirman: "Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia." (QS.2:117) Semua ini adalah variasi yang kaya dari pelbagai ragam model Allah, yang masing-masingnya merupakan analog parsial dan terbatas, yang secara imajinatif menggarisbawahi cara pandang partikular akan relasi Allah dengan dunia (hlm. 228).Pandangan ortodoks berpendapat bahwa Tuhan itu bukan zat. Logika ilmiah--sebagaimana pernah diungkap Friedrich Nietzsche, Clarke, Leibniz, Hume, Kant, dan Russell--menyatakan hanya ada tiga jenis zat, yakni zat padat, cair, dan gas. Selain itu tidak ada lagi. Tetapi ada sesuatu yang bukan zat yang selalu digunakan untuk memikirkan sesuatu, yaitu "pikiran" itu sendiri. Adakah yang mampu menggambarkan seperti apa wujud pikiran itu? Jika tidak ada, artinya ada "zat" yang tidak terbentuk zat seperti yang kita kenal.Menurut para teolog, kehidupan merupakan mukjizat tertinggi dan kehidupan manusia merepresentasikan pencapaian yang teranugerahkan dari rancangan induk kosmis Tuhan. Bagi ilmuwan, kehidupan adalah fenomena paling menarik dalam alam semesta. Seratus tahun yang lalu, pokok persoalan tentang asal usul dan evolusi sistem kehidupan menjadi 'medan pertempuran' bagi bentrokan terbesar antara sains dan agama sepanjang sejarah kontemporer.Teori evolusi Charles Darwin mengguncang fondasi doktrin Kristen dan lebih dari ungkapan lain apapun sejak Nicolaus Copernicus menempatkan Matahari pada pusat sistem tata surya. Konsep ini menyadarkan orang kebanyakan terhadap konsekuensi berjangkauan jauh dari analisis ilmiah. Sains kontemporer, demikianlah tampaknya, dapat mengubah keseluruhan perspektif manusia tentang diri dan relasinya dengan jagad raya.Bibel menyatakan secara eksplisit bahwa kehidupan merupakan akibat langsung dari aktivitas Tuhan. Ia tidak muncul secara alamiah sebagai akibat proses fisik yang ditegakkan setelah penciptaan langit dan Bumi. Sebaliknya, Tuhan memilih untuk menghasilkan--melalui kekuasaan ketuhanan--mula-mula tumbuh-tumbuhan dan binatang, kemudian manusia. Tentu saja mayoritas umat Kristiani dan Yahudi mengakui hakikat alegoris dari "Kejadian" dan tidak berupaya membela versi Bibel dari asal-usul kehidupan sebagai fakta historis.Fisika KuantumIde tentang Tuhan Sang Pencipta, yang menyebabkan jagad raya dari kehendak bebas-Nya, berakar kuat dalam budaya Yudeo-Kristiani. Namun, kita telah melihat bagaimana asumsi semacam itu memunculkan problem lebih banyak ketimbang yang dapat diselesaikannya. Kesulitannya melibatkan persoalan tentang hakikat waktu dan ruang.Jika waktu tercakup dalam jagad raya dan tunduk pada hukum fisika kuantum (quantum physics), ia harus dimasukkan dalam jagad raya yang Tuhan diduga telah menciptakannya. Tetapi apakah artinya mengatakan bahwa Tuhan menciptakan waktu, dalam kaitan dengan pemahaman suatu sebab harus mendahului efeknya? Kausasi adalah aktivitas temporal. Waktu harus telah eksis sebelum sesuatu dapat disebabkan. Gambaran naif tentang Tuhan yang eksis 'sebelum' jagad raya jelas absurd jika waktu tidak eksis--jika tidak ada 'sebelum'.Argumen kontingensi akan jatuh menjadi korban kesuksesannya sendiri, seandainya kita memperluas definisi "jagad raya" yang mencakup Tuhan. Lalu, apakah penjelasan untuk Tuhan secara total plus jagad raya fisik yang mencakup ruang, waktu, dan materi? Para teolog akan menjawab: "Tuhan adalah wujud 'niscaya', tanpa memerlukan penjelasan. Tuhan memuat di dalam diri-Nya penjelasan tentang eksistensinya sendiri." Jika itu demikian, mengapa kita tidak dapat menggunakan argumen yang sama untuk menjelaskan jagad raya: Jagad raya 'niscaya', ia memuat di dalam dirinya alasan bagi eksistensinya sendiri?Alam semesta yang kompleks tetapi teratur secara mengagumkan ini pasti memiliki suatu sistem pengatur yang lebih canggih dari hukum alam semesta itu sendiri. Akan tetapi, sistem pengatur tersebut bukan suatu pribadi yang dikenal dengan sebutan "Tuhan" (atau God/ dalam definisi Yudeo-Kristiani), sebab Tuhan tidak dapat menjadi yang paling perkasa jika Dia sendiri tunduk kepada hukum fisika kuantum mengenai waktu. Jika Tuhan tidak menciptakan waktu karena waktu melahirkan dirinya sendiri, tentunya Dia juga tidak pernah menjadi pencipta alam semesta. Kedua masalah tersebut saling bergantungan.Sebagian ahli fisika karena terilhami oleh simplisitas hukum fundamental yang dimiliki alam semesta, telah berargumentasi bahwa boleh jadi hukum tertinggi (dalam hal ini adigaya) memiliki struktur matematis yang terdefinisi secara unik sebagai satu-satunya prinsip fisika yang konsisten secara logis. Katakanlah, fisika dinyatakan 'niscaya' sama halnya dengan Tuhan dinyatakan 'niscaya' oleh para teolog. Lalu, haruskan kita berkesimpulan bahwa "Tuhan adalah fisika kuantum" sebagaimana telah dilakukan oleh para filsuf seperti Plato?Apakah yang dapat menjelaskan struktur ruang-waktu dan hukum fisika kuantum yang bahkan dapat menghasilkan suatu dunia yang cocok untuk hidup dan daya inteligensi? Keberatan utama Ian Barbour atas argumentasi ini lebih bersifat teologis daripada ilmiah. Walaupun argumen itu diterima, ia toh hanya mengarah ke Allah versi deisme, yang merancang-bangun alam semesta ini, lalu meninggalkannya berjalan sendiri-dan bukan Allah versi teisme yang terlibat secara aktif dalam dunia dan hidup manusia (hlm. 35).Kalau kita mengandaikan bahwa "Allah mengendalikan semua ketidaktentuan," kita dapat mempertahankan ide tradisional tentang predestinasi. Ini lebih merupakan determinisme teologis daripada fisikal, sebab tidak ada sesuatu apa pun yang terjadi secara kebetulan.Sebuah pendapat alternatif mengatakan bahwa sebagian besar peristiwa kuantum terjadi secara kebetulan, tetapi "Allah memengaruhi beberapa di antaranya" tanpa melanggar hukum statistik dari fisika kuantum. Pandangan ini pun sesuai dengan bukti ilmiah (hlm. 83). Sayangnya, pemikiran genial dari penulis buku Menemukan Tuhan ini dibatasi hanya pada teologi Kristen. Karena itu, buku ini dilengkapi pula dengan Pengantar dari sudut pandang (konsepsi) keimanan Islam yang ditulis Armahedi Mahzar, ilmuwan ITB Bandung.Keimanan Islam kepada Tuhan sebagaimana ditegaskan Nabi SAW: "Dia (Allah SWT) satu; Dia nyata sekaligus gaib, pertama sekaligus terakhir, tak ada bandingan dan tak ada yang menyamai." Dan Al-Quran menegaskan, "Tuhan kami adalah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS.20:50)Konsepsi tentang Allah adalah inti dari seluruh keimanan, ajaran, dan praktik dalam doktrin keislaman. Pilar penyangga segenap bangunan Islam. Dengan konsepsi ini, kita dapat mengukur apakah dalam kehidupan ini pandangan, pemahaman, penilaian, dan sikap kita tentang kejadian alam semesta sudah benar atau masih menyimpang dari kebenaran. Konsepsi ini juga menetapkan batas kualitas kemanusiaan kita. Setidaknya upaya menyeimbangkan dengan konsepsi Islam--memadukan sains kontemporer dan agama ala Ian Barbour--melalui buku ini telah diupayakan, walaupun sangat sedikit dan dangkal.Buku ini, selain merupakan dialog sains kontemporer dengan agama, diharapkan dapat membuka arah baru bagi dialog lintas-agama. Melalui buku ini, kita diajak berekreasi bersama logika dan nalar untuk mengetahui dan memahami eksistensi Tuhan yang sebenarnya. Tidak berlebihan jika karya Profesor Ian Barbour ini menjadi rujukan penting dalam menemukan konsepsi Tuhan, dan memandu pembaca mencapai puncak ilmu.lSyafruddin Azhar, pengamat perbukuan dan editor pada PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.

Latihan Nulis

BOOK REVIEW
MELACAK TEORI EINSTEIN DALAM AL-QUR’AN

Judul : Al-Qur’an dan Teori Einstein : Melacak Teori Einstein dalam Al-Qur’an .
Pengarang : Wisnu Arya Wardhana.
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun : 2006
Tebal : xiviii + 291

Al-Qur'an adalah kitab suci yang berfungsi sebagai pedoman hidup . Karena itu umat Islam harus senantiasa membaca dan menelaah secara intensif agar semua aspek kehidupan umat Islam merujuk pada Al-Qur'an . Demikia juga perkembangan sains dan teknologi mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan manusia . Revolusi sains telah mencapai puncaknya pada abad 20 dan salah satu tokoh nya adalah Albert Einstein . Tahun 2005 dirayakan para ilmuwan sebagai tahun fisik untuk mengenang 100 tahun diterbitkannya tulisan Einstein tentang relativitas yang telah melambungkan namanya .
Ungkapan Einstein yang terkenal adalah ilmu tanpa agama akan buta sedangkan agama tanpa ilmu akan lumpuh dianggap sebagai religisiusan nya . ungkapan ini menempatkan posisi agama dan sains sama pentingnya bagi kehidupan manusia .
Buku berjudul “Al-Qur'an dan Teori Einstein : Melacak Teori Einstein dalam Al-Qur'an “yang ditulis Wisnu Arya Whardana merupakan upaya untuk mengintegrasikan agama dan sains.

Sekilas Tentang Penulis
H.Wisnu Arya Wardhana adalah seorang dosen pada Perguruan Tinggi Kedinasan , Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN ) – Badan Tenaga Nuklir Nasional di Yogyakarta dan menjadi dosen tidak tetap di fakultas Teknik UGM.
Pendidikan Formal beliau adalah:
1. Teknik Kimia , Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta (1976)
2. Teknik Nuklir , Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta (1979)
3. Australian School of Nuclear Technology , University of New South Wales , Sydney , Australia (1985)
4. Radioisotop and Nukear engineering School , Tokyo , Japan (1988)
Beliau pernah menjabat sebagai direktur STTN (1987-1996) dan pada saat ini beliau aktif dalam jabatan fungsional Widyaiswara sebagai Widyaiswara Utama atau sama dengan Ahli Peneliti Utama atau setingkat dengan Guru Besar ( Profesor ) .
Karya-karya tulis Beliau yang sempat diterbitkan adalah :
1. Tenik Analisis Radioaktivitas Lingkungan , Penerbit Andi Offset , Yogyakarta , 1994, (100 halaman +viii)
2. Dampak Pencemaran Lingkungan , penerbit Andi Offset , Yogyakarta , 1995, (460 halaman +xv)
3. Al-Qur'an dan Energi Nuklir , Penerbit Pustaka Pelajar , Yogyakarta , 2004 9 296 halaman + xxii)
4. Al-Qur'an dan Teori Einstein : Melacak Teori Einstein dalam Al-Qur'an , penerbit Pustaka Pelajar , Yogyakarta ,2005

Melacak Teori Einstein dalam Al-Qur'an
Buku in terdiri dari sepuluh bab , yang terdiri dari bagian pendahuluan bagian Islam dan bagian penutup . Bagian pendahuluan menguraikan mengenai fungsi Al-Qur'an bagi manusia dan menarasikan riwayat hidup Einstein . Kesesuian Al-Qur'an dengan IPTEK dijelaskan dalam Bagian isi , sedangkan pada bagian penutup merupakan bukti bahwa IPTEK membawa kedekatan dengan Allah swt.
Pada Bab I penulis mengungkapakan keutamaan menuntut ilmu seperti yang terdapat pada Al-Qur'an surat Al-Alaq ayat 1 . Wisnu Arya Wardhana juga mengungkapkan bahwa ternyata kecemerlangan teori Einstein pada abad 20 sebenarnya sudah tersirat dalam naskah kuno (Al-Qur'an ) yang ditulis pada 15 abad yang lalu .
Pada Bab 2 , Wisnu Arya Wardhana menguraikan mengenai fungsi Al-Qur'an dalam berbagi bidang kehidupan manusia . Secara garis besar Wisnu Arya Wardhana membagi fungsi Al-Qur'an menjadi 2 , yaitu sebagai petunjuk bagi manusia dan rujukan bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . Sebagai makhluk yang hidup di dua alam ( dunia dan akhirat ) , manusia memerlukan pedoman yang dapat menjadi pembimbing dalam menjalani kehidupan di dunia dan mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan di akhirat . Al-Qur'an adalah rujukan bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi , banyak ayat Al-Qur'an yang menyiratkan mengenai ilmu . Beberapa ilmu yang tersirat dalam Al-Qur'an adalah :
rotasi bumi , tersirat pada Al-Qur'an surat Az-Zummar ayat 5
pengetahuan biologi , tersirat pada Al-Qur'an surat Ar-Rahman ayat 10-13 , Al Mu’minun ayat 19-22 , Al Qiyamah ayat 37-39 , Al Hajj ayat 5
energi , tersirat dalam Al-Qur'an surat Ar Ruum ayat 46, Al Luqman ayat 31, Yaa Siin ayat 80 , Al Waagi’ah ayat 71-74, An Nur 35, Al Mu’min ayat 80
ilmu astronomi , tersirat pada Al-Qur'an Ar Rahman ayat 33
ilmu sejarah , tersirat pada Al-Qur'an surat Al Fiil ayat 1-5, Yunus ayat 90-92, Ar Ruum ayat 2-4
ilmu kemasyarakatan , tersirat pada Al-Qur'an surat Ali Imron ayat 103 , An Nisa ayat 59, Al Muddatsir ayat 38 , Ash Shaffat ayat 25
ilmu perdagangan dan ekonommi , tersirat dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 29 , Al Baqarah ayat 282
ilmu sastra dan budaya , tersirat dalam Al-Qur'an surat Yusuf ayat 1-3 , Az Zumar ayat 27-28 , Az Zukhruf ayat 3 , Fushshilat ayat 44 ,

Pada Bab 3 , Wisnu Arya Wardhana menjelaskan mengenai kewajiban seorang muslim untuk menuntut ilmu .IPTEK atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sering diucapkan bersama dengan IMTAQ atau Iman dan Taqwa . Pada Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 269 dijelaskan bahwa hanya orang orang yang berakal saja yang dapat mengambil hikmah berupa penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . Bangsa yang besar adalah bangsa yang menguasaa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . Selain itu dengan ilmu kita dapat menguasai dunia dan dengan ilmu pula kita dapat meraih akhirat dan dengan ilmu pulalah kita dapat menguasai keduanya ( Hadits Nabi)
Dalam Bab 3 juga dikisahkan mengenai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi umat Islam dari masa lalu hingga masa sekarang . Islam pernah menjadi pelopor dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bahkan orang orang barat menjadikan Islam sebagai acuan dan sering pula mengutip bahkan maniru ilmudari umat Islam . Secara jujur George Sarton , penulis buku “ Introduction To The History of Science ” mengatakan bahwa ada 100 ilmuwan besar Islam berikut hasil karya utamanya yang patut diketahui ( hal 55 ).
Semangat para ilmuwan Islam dalam mengembangkan ilmu begitu tinggi antara lain disebabkan karena :
dilandasi semangat ibadah
kebutuhan hidup mereka telah dijamin oleh Negara
penghargaan terhadap hasil penemuan baru sangat besar
pembangunan fasilitas ilmiah sangat didukung oleh pemerintah
penghargaan terhadap hasil karya sesame ilmuwa Islam sangat tinggi

Sementara itu pada masa sekarang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi umat Islam banyak sekali mengalami kemunduran . Faktor-faktor penyebab kemunnduran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi umat Islam antara lain :
1. kesadaran orang barat akan arti penting penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
2. orang barat ingin membuktikan bahwa dengan agama nasrani , mereka dapat mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
3. orang barat berjiwa petualang , dan akhirnya menemukan rute perdagangan baru yang menyebabkan pendapatan negeri Islam berkurang
4. orang barat sengaja menghancurka fasilitas keilmuan Islam
5. ketergantungan terhadap produk barat
6. ketergantungan dalam bidang pemerintahan
7. kolonialisme menjauhkan Negara Islam dari bahasa arab , dan akibatnya menjauhkan mereka dari Al-Qur'an , yang menjadi sumber Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
8. ketidakstabilan politik dan ekonmi akibat kolonialisme

Pada halaman 63 Wisnu Arya Wardhana juga menuliskan sitiran dari Iqbal ,penyair terkenal Pakistan , tentang kondisi umat Islam pada masa sekarang yang isinya :
“Mulim kemarin bangga dan dihormati karena ilmunya …, tapi hari ini punggung mereka menunduk dihadapan orang lain .”
Pada Bab 3 ini Wisnu Arya Wardhana menjelaskan tentang kesesuaian perkembengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Al-Qur'an . Beliau mengungkapkan kontroversi kloning yang tidak sesuai dengan ajaran Islam , dan expedisi manusia ke luar angkasa . Al-Qur'an banyak mengandung ayat tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi , kejayaan umat Islam dapat kembali terwujud apabila kita kembali merujuk kepada Al-Qur'an yang seharusnya menjadi pedoman hidup mausia .
Riwayat hidup Einstein ditunjukkan pada bab 4 . Wisnu Arya Wardhana menunjukkan pada pembaca tentang perjalanan hidup seorang Einstein . Wisnu Arya Wardhana menceritakan bagaiman masa kecil Einstein yang ternyata dibalik ketenarannya , ia mengalami keterlambatan pertumbuhan pada masa kecilnya , bahkan ia juga tidak lulus SMP .Penulis juga menceritakan mengenai kegemaran Einstein terhadap biola yang merupakan bakat turunan dari Paulina Koch , ibunya . Sejak kecil Einstein sangat gemar terhadap matematika dan fisika, bahkan pada usia 12 tahun Einstein sudah belajar calculus tanpa kesulitan . Einstein suka menganalisa kejadian kejadian di alam berdasarkan fungsi fisika dan matematika .
Wisnu Arya Wardhana mengungkapkan bahwa di dalam Al-Qur'an ada banyak masaalah matematika dan fisika , Dr Rasyid Khalifa dan Ahmed Deedat dalam bukunya “ Al-Qur'an The Ultimate Miracle ” mengungkapkan tentang matematika terdapat dalam Al-Qur'an ( hal. 110 ), matematika disini adalah angka 19 yang disebut dalam Al-Qur'an surat Al Muddatstsir ayat 30 . Oleh Dr Rasyid Khalifa dan Ahmed Deedat ,angka 19 ini disebut sebagai keajaiban , antara lain :
Kalimat Basmalah mengandung 19 huruf arab
Surat Al Alaq jumlahnya 19 ayat
Jumlah surat Al-Qur'an sebanyak 114 yang bias dibagi 19
Ada 2698 kata Allah dalam Al-Qur'an , bilangan 2698 habis dibagi 19
Ada 57 kata Ar Rahman dalam Al-Qur'an , bilangan 57 habis dibagi 19
Ada 114 kata Ar Rahim dalam Al-Qur'an , bilangan 114 habis dibagi 19
Ada 19 kata “ismi” dalam Al-Qur'an
Ada 133 kata “nun” yang mengawali surat dalam Al-Qur'an , yang bias habis dibagi 19
Ada 57 huruf “Qaaf” dalam surat Qaaf, yang bisa habis dibagi 19

Pada Bab 5 , Wisnu Arya Wardhana menguraikan mengenai perjalanan Einstein hingga mendapatkan hadiah nobel . Wisnu Arya Wardhana menceritakan perjalanan hidup Einstein . Setelah lulus dari SMA dengan nilai minim , Einstein masuk Insitut Politeknik di Zurich , Swiss. Setelah lulus , Einstein belum bias langsung mendapat pekerjaan karena nilainya kurang bagus . Einstein bahka mengubah kewarganegaraan dari Jerman menjadi berkewarganeraan Swiss , Einstein juga sempat menjadi guru les privat SMA , hingga akhirnya Einstein bekerja sebagai juru tulis di kantor patent di Bern .
Hasil pemikiran Einstein antara lain :
1. teori efek photo listrik yang menjelaskan pengeluaran elektron dari orbitnya akibat adanya partikel lain yang menabraknya .
2. Teori menghitung energi cahaya ;
E = h υ : E= energi cahaya
H= konstanta palnck
υ=frekuensi

Pada tahun 1905 Einstein mengumumkan teori-teori baru dalam bidang fisika teori yang disebut sebagai Teori Einstein , yaitu:
Kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik ; kecepatan cahaya adalah kecepatan tertinggi di alam ini
Kesetaraan energi dan masa
E = m c2 ; E = energi
m = massa benda
c = kecepatan cahaya
Teori relativitas Einstein

m = massa benda bergerak
mo = massa benda diam
v = kecepatan benda bergerak
c = kecepatan cahaya

Ketiga teori Einstein tersebut belum banyak mendapat perhatian dari para ilmuwan .Pada tahun 1907 Einstein mengerjakan teori kuantum untuk perhitungan fenomena panas pada suhu rendah , dan Einstein mulai menarik para ilmuwan .Pada tahun 1912 Einstein menerima tawaran mengajar fisika teori di Universitas Zurich , Swiss dan Universitas Jerman di Praha .Tahun 1913 Einstein menerima tawaran sebagai direktur Institut Fisika Kaisar Wilhelm di Berlin , meskipun akibatnya Einstein harus bercerai dengan istrinya , Mileve Marie , yang lebih mencintai negaranya , Swiss . Einstein mulai diperhatikan para ilmuwan , kedudukan dan keadaan ekonominya makin mantap , akan tetepi rumah tangganya hambar karena Einstein tidak punya istri lagi . Tapi setelah Einstein memutuskan untuk menikah dengan Elsa , Einstein mulai bersemangat lagi dengan penelitiannya .
Tahun 1916 , Einstein mengemukakan Teori relativitas umum dan dipatentkan atas nama Einstein sebagai dosen / ilmuwan / fisikawan , bukan sebagai seorang juru tulis kantor patent .Tahun 1926 akhirnya Einstein menrima hadiah nobel dalam bidang fisika , khususnya mengenai teori efek photo listrik yang dikemukakan tahun 1905, dan bukan dari teori relativtasnya yang terkenal itu .
Ketiga teori Einstein membahas mengenai kecepatan cahaya . Kecepatan cahay sudah menjadi focus dari penelitian banyak ilmuwan antara lain Ibnu Sina ( Avicenna )Abu Ali bin Al Hassan Ibn Al Haytsam ( Alhazen ) pada 1039 M ,Olaus Roemer ( 1976) , James Bradley ( 1728) , Armand Fizeau ( 1849 ), Leon Foucault(1859) , Rosa dan Dorsey ( 1907 ) dan yang terakhir Evanson ( 1973). Pada awalnya kecepatan cahaya dianggap takterhingga , tapi dari penelitian–penelitian di atas didapat kecepatan cahaya ternyata mendekati hara yang terhingga . Ketertarikan Einstein terhadap cahaya disebabkan karena apa sebenarnya maksud Tuhna menciptakan cahaya , karena sesungguhnya segala sesuatu yang diciptakan Tuhan pasti ada gunanya . Einstein berfikir apa sebenarnya manfaat kecepatan cahaya ynag begitu besar itu . Hingga akhirnya muncullah ketiga teori Einstein tersebut , dan Einstein lah yang pertama kali menggunakan “c” dalam memecahkan persoalan yang dihadapi dalam fisika modern . Sehingga para fisikawan sepakat menamakan harga “c” sebagai konstanta Einstein .
Di dalam pencariannya menemukan teori-teori fisika , Einstein berfikir kearah penciptaan alam semesta ini , karena Einstein menemukan keseimbangan , keteraturan dan kesempurnaan hokum alam .Pengamatan Einstein inilah yang membawanya kepada suasana kejiwaan yang “religius” . Einstein ingin mengetahui tentang Sang Maha Pencipta yang paling sesuai dengan logika dan jalan pikirannya , bukan hanya harus dipercayai secara dogmatis seperti yang dialami Einstein selama ini .
Einstein melengkapi bukti bukti ilmiah dari pengamatannya selama ini dengan bukti bukti filosofis yang mendukung . Einstein banyak membaca tentang pendapat Plato dan Aristoteles .
Hasil pengamatan Einstein bahwa alam semesta ini senantiasa berkembang , dalam astrofisika dijelaskan dengan “The Red Shifts Theory” . Einstein juga yakin bahwa pasti ada awal mula penciptaan alam semesta ini , dalam astrofisika , awal mula penciptaan alam semesta dikenal dengan teori “big bang” . Einstein memandang peristiwa ini secara matematika . Einstein menganggapnya sebagai proses integrasi . Harga batasnya didapat dari teori “the white dwarf” ( proses kematian suatu bintang ). Dari pengamatan –pengamatan nya ini , Einstein berpendapat bahwa :
“Satu-satunya hal yang tidak dapat dimengerti mengenai alam semesta ini adalah bahwa dia dapat dimengerti” ( hal145 )
Wisnu Arya Wardhana mengungkapkan bahwa dari pemikiran Einstein yang berpendapat bahwa alam semesta ini ada awal penciptaannya , Einstein mulai berpikir pasti ada yang menciptakannya . Pencarian eksistensi Tuhan juga sudah dilakukan oleh ilmuwan lain seperti Stephen Hawking , selain itu filosof bahkan biarawan juga telah melakukannya .
Pencarian eksistensi TUhan oleh para ilmuwan barat adalah hal yang sangat menarik , karena dengan pencariannya tersebut mereka mencoba berpikir tentang pemisahan antara masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan masalah agama , atau lebih dikenal dengan pemikiran sekuler . Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ilmuwan dan filosof barat mendapat kesulitan menerapkan hasil pemikiran mereka tentang alam semesta yang rasional dengan kenyataan yang ada dalam kitab suci mereka
Pencarian Einstein tentang eksistensi Tuhan , membawanya pada kesimpulan bahwa eksistensi Tuhan tidak dapat dirumuskan secara matematika atau fisika . Einstein menyatakan bahwa :
“Tuhan memang rumit , tetapi tidak jahat”( hal 154 ) .
Pengakuan Einstein tersebut , mengungkapkan bahwa tidak mungkin dengan kemampuan terbatas manusia , kita bias mencoba mengetahui tentang zat-Nya . Seperti yang terungka dalam hadist nabi :
“Berpikirlah tentang segala ciptaan Allah , Akan tetapi janganlah berpikir tentang zat-Nya”
Jadi eksistensi Tuhan akan nampak dari pemikiran kita terhadap penciptaan langit dan bumi , termasuk penciptaan diri manusia sendiri tanpa harus memikirkan bentuk eksistensi Tuhan sebagai fungsi persamaan matematika atau fisika .
Keterkaitan teori Einstein dengan Al-Qur'an ditunjukkan dalam bab 6 . Titik focus Einstein dalam pencarian eksistensi Tuhan ternyata bukan dengan besaran-besaran fisika melainkan melalui pengamatan alam semesta . Banyak ayat dalam Al-Qur'an yang baik seacara tersurat maupun tersirat mmangajak manusia untuk melakukan pengamatan terhadap alam semesta . Dari Hasil pengamatan tersebut akan nampak kesesuaian nya dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an , dan ada akhirnya nanti akan semakin membawa manusia lebih dekat dengan Sang Pencipta .
Pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an adalah termasuk amalan “tajdid” , yang sangat tergantung dengan tingkat pengetahuan seseorang . Jadi seiring dengan beerkembangnya Ilmu Pengetahuan manusia maka akan semakin berkembang pulalah kemampuan mamhami makna yang terkandung dalam Al-Qur'an .
Wisnu Arya Wardhana juga menguraikan mengenai teori Einstein yang sebenarnya telah termuat dalam Al-Qur'an . Ketiga teori Einstein memuat kecepatan cahaya , di dalam Al-Qur'an surat Yunus ayat 5 dijelaskan :
Matahari dan bulan memiliki garis edarnya sendiri
Matahari dan bulan memiliki periode edarnya sendiri-sendiri
tersirat kecepatan jalannya cahaya
Kecepatan cahaya sendiri sudah tersirat dalam Al-Qur'an surat As Sajadah ayat 5 , yeitu tentang kecepatan malaikat turun dari langit ke bumi dan kembali menghadap Allah dalam satu hari yang lamanya sama dengan 1000 tahun menurut ukuran manusia .Hal itu membuktikan bahwa cahaya adalah kecepatan tertinggi dan manusia tidak bias menyamainya dan menunjukkan suatu besarab yang dapat menunjukkan kecepatan cahaya .
Wisnu Arya Wardhana juga menunjukkan cara peghitungan kecepatan cahaya melalui versi Al-Qur'an dan membandingkannya dengan peneliti peneliti terdahulu , yang ternyata hasilnya mendekati nilai-nilai dari hasil pengukuran ilmuwan ilmuwan sebelumnya , yaitu kalau dibulatkan sebesar 300000 km/detik .
Dr.Mansour Hasaf ElNabi , seorang ahli astrofisika Mesir menemukan cara perhitungan kecepatan cahaya , sebagai berikut :
[Jarak yang ditempuh oleh “Sang Uruan ” ( Malaikat /nur ) dalam satu hari ] =
[Jarak yang ditempuh oleh bulan selama 1000 tahun atau 12000 bulan ]
c.t = 12000 . L
dengan :
c= kecepatan cahaya
t= waktu selama 1 hari
L= panjang rute edar bulan selama satu bulan
Untuk menghitung lebih lanjut , Wisnu Arya Wardhana menjelaskan bahwa dalam astronomi dikenal 2 macam sistem kalender bulan , yaitu
Sistem Sinodik , yaitu kalender bulan yang didasarkan pad apenampakan semu gerak bulan dan matahari apabila dilihat dari bumi
Berdasarkan sitem Sinodik :
1 hari = 24 jam
1 bulan = 29,52059 hari
Sistem Sideral , yaitu kalender bulan yang didasarkan pada pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta
Berdasarkan Sistem Sideral :
1 hari = 23 jam 56 menit 4,0906 detik = 86164,0906 detik
1 bulan = 27,321661 hari
Perhitungan akan mendekati nilai kecepatan cahaya yang lebih tepat jika menggunakan sistem sideral
Revolusi bulan penuh berbentuk kurva , membentuk sudut 26,928480 dan memerlukan waktu 27,321661 hari (sistem sideral ). Panjang garis lengkung , adalah
L = v.t
Dengan :
L= panjang garis lengkung
v = kecepatan bulan
T= periode revolusi bulan (27,321661 hari)
Ada 2 macam kecepatan bulan yaitu:
Kecepatan relatif terhadap bumi
v* = 2πR/T
dengan :
R = jari-jari revolusi bulan =384264 km
T = periode revolusi bulan = 655,71986 jam
v* = 2 (3,14) (384264) /(655,71986) = 3682,07 km/jam
Kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta
Menurut Einstein faktor koreksi Kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta
terhadap Kecepatan relatif terhadap bumi adalah cosinus ,
v = v* . cos α = v* . cos 26,928480

Bila dihitung lebih lanjut
c.t = 12000.L ; dengan L = v . T
c . t = 12000 .v . T ; v = v* . cos α
c . t = 12000 . ( v* . cos α ). T ; v* = 3682,07 km/jam
T = 655,71986 jam
t = 86164,0906 detik
sehingga
c = 12000 . ( v* . cos α ) . T/t
= 12000 (3682,07 .cos 26,928480 ) 655,71986 / 86164,0906
= 299792,5 km/detik
Harga c diatas adalah hasil perhitungan berdasarkan Al-Qur'an yang nilainya adalah mendekati nilai c yang sudah dibuktikan oleh banyak ilmuwan
Teori kedua Einstein menyatakan adanya kesetaraan energi dengan massa ; E = m . c2 . Teori ini dapat diterapkan pada teori “the white dwarf” atau bintang yang padam . Dalam Al-Qur'an surat Al Qiyamah ayat 7-9 juga dijelaskan tentang fenomena bintang yang padam dan akan menjadi ringan dan kehilangan gaya gravitasinya , akibatnya garis edarnya menjadi tidak teratur karena tertarik oleh gravitasi bintang lain .
Teori ketiga Einstein atau relativitas khusus Einstein mengemukakan hubungan massa benda bergerak yang lebih besar dari masa diamnya .

Dalam Al-Qur'an surat Ar Rahman ayat 33 mengungkapkan bahwa untuk menembus penjuru langit dan bumi harus dengan kekuatan . Untuk terbang ke bintang terdekat manusia , ada 2 cara , pertama manusia harus terbang dengan kecepatan cahaya selama 4 tahun , dan itu tidak mungkin karena dengan kecepatan itu massa manusia akan menjadi tak terhingga .
Cara kedua dengan kecepatan 1/100 kecepatan cahaya , tapi dengan kecepatan itu akan menimbulkan gesekan terlalu tinggi dan pesawat akan terbakar . selain itu dengan kecepatan 1/100 kecepatan cahaya berarti perlu waktu 400 tahun perjalanan , yang tentu saja tidak mungkin dicapai manusia .
Wisnu Arya Wardhana mununjukkan bahwa ada kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan cahaya ,
elektron yang begerak di dalam kolam teras reaktor nuklir mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan cahaya di medium air
Sinar laser dapat menembus atom Caesium lebih cepat daripada kecepatan cahaya menembus atom Caesium ( diperkirakan sampai lebih cepat 300 kali
Berdasarkan kedua penilitian tersebut Wisnu Arya Wardhana mengembalikan hal tersebut bahwa bertambahnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi akan membawa manusia menyadari keterbasannya ilmunya ( Q.S.Al Israa’ : 85 )
Bab 7 menunjukkan bukti kebenaran Al-Qur'an melalui Ilmu Pengetahuan dan Teknologi . Ayat-ayat Al-Qur'an yang membawa manusia utuk mengamati alam semesta selalu diakhiri dengan pengakuan kepada Sang Pencipta .Manusia dikaruniai mata telinga dan hati untuk dapat mangambil pelajaran dari apa yang ada di lingkungan nya , dan diharapkan dengan inderanya tersebut manusia dapat lebih dapat membawa kedekatan manusia dengan Allah swt . Dalam Al-Qur'an surat Faaathir ayat 28 juga menjelaskan hal yang senada , yaitu orang yang takut kepada Allah adalah orang yang berilmu.
Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang secara langsung maupun tidak langsung mengungkapkan fenomena fenomena alam yang dapat dijelaskan secara logika . Manusia hanya harus menggunakan kemempuan yang dikaruniakan oleh Allah untuk memahami dan kemudian dapat memanfaatkannya untuk membawa kebaikan bagi kehidupan manusia . Dalam pandangan Islam kegiatan ilmiah yang bernilai ibadah ditandai dengan :
1. sejalan dengan isi dan kandungan Al-Qur'an
2. harus membawa manfaat bagi umat manusia
3. membawa pengakuan terhadap kemahakuasaan Allah
4. membawa kedekatan kepada Sang Khaliknya

Dalam bab ini Wisnu Arya Wardhana juga menjelaskan tentang fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi . Manusia adalah makhluk yang paling mulia (Q.S Al Israa’:70) , jadi manusia harus mampu menjadi pemimpin bagi yang lain . Sebagai umat terbaik manusia diperintahkan untuk mengabdi dan selau mengingat Allah , berbuat amar ma’ruf nahi munkar adalah wujud pengabdian kepada Allah . Dalam setiap kegiatannya jika diawali dengan ingat kepada Allah adalah ibadah .
Seluruh Alam semesta ini tunduk kepada Allah dan bertasbih kepada-Nya., yang didasarkan pada kesadaran bahwa semuanya akan kembali kepada Allah . Semua yang bernyawa akan mati dan akan kembali kepada Sang Pencipta (Q.S Al Anbiyaa’:35) . Bertasbih adalah proses mengingatkan kita akan adanya hari akhir dan semuanya harus mempersiapkan bekal untuk menghadapinya .
Pada bab 8 menceritakan Einstein yang akhirnya menemukan Tuhan . Mendekati usia 40 Einstein mulai produktif dan hasil karyanya mulai diminati . Ia memutuskan pindah ke Amerika karena tidak suka denga sistem pemerintahan Hitler yang membatasi kebebasannya dalam berbicara . Einstein juga mengusulkan penelitian pembuatan bom atom meski pada akhirnya ia menyesali sikapnya itu karena banyak menimbulkan korban . Pada usia 60 tahun Einstein banyak merenung . Einstein merenungkan kekeliruannya menciptakan bom atom yang menimbulkan kerusakan besar , padahal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi seharusnya memberikan kesejahteraan bagi umat manusia . untuk menebus kekeliruannya Einstein mengecam perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu peperangan dan industri yang memasok senjata . Einstein bersama Bertrand Russell juga mendeklarasikan gerakan anti bom-H dan anti perang .
Pada tahun 1952 Einstein menolak tawaran untuk menjadi presiden Israel dengan alas an ia lebih suka mengamati alam semesta yang menjadikan dirinya lebih religius daripada menjadi presiden . Dalam usia tuanya Einstein juga tetap gigih mencari eksistensi Tuhan bahkan lebih jauh lagi Einstein ingin pikiran-pikiran Tuhan .
Sebelum meninggal Einstein sempat berkata mengenai apa yang selama ini ia kerjakan ( hal 235) :
“Saya berpikir terus menerus , berbulan bulan dan bahkan bertahun tahun . Sembilan puluh sembilan konklusi saya keliru , akan tetapi yang keseratus kali saya benar .”
Di antara 99 kali konklusi Einstein yang salah adalah kemungkinan tentang pencarian eksistensi Tuhan sebagai fungsi matematika dengn melibatkan besaran besaran fisika di dalamnya . Sedang konklusi Einstein yang ke-100 kali benar adalah eksistensi Tuhan ada tanpa dicari dengan fungsi matematika .
Ungkapan Einstein yang menunjukkan diperlukannya agama dalam berbagai bidang ilmu adalah :
“Ilmu pengetahuan tanpa agama buta , agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh”
Ungkapan itu adalah sindiran kepada ilmuwan-ilmuwan barat yang masih berpikir sekuler , karena sesungguhnya segala sesuatu di alam ini memenuhi aturan-aturan Allah , dan agama adalah pegangan hidup bagi manusia , jadi sudah semestinya keseimbangan yang ada di alam semesta ini selalu sesuai dengan agama yang menjadi pedoman bagi manusia .Jika ada ketidaksesuaian berarti agama yang dianut oleh ilmuwan barat itu bukan lah pedoman hidup yang benar bagi manusia
Bab 9 memuat Komentar dari beberapa tokoh mengenai proses pengamatan alam semesta dalam rangka mencari eksistensi Tuhan . Dengan ungkapan halus Sri Paus Yohanes Paulus II menyatakan keprihatinannya terhadap sikap dan cara berpikir ilmuwan barat yang hendak mencari eksistensi Tuhan berdasarkan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi , yang seolah-olah ingin mendudukkan sosok Tuhan sama dengan obyek pengamatan alam semesta ini . Wisnu Arya Wardhana juga menunjukkan beberapa pandangan ilmuwan barat :
1. Steven Weinberg ; dia mengingkari adanya tujuan Tuhan menciptakan alam semesta ini , dan menunjukkan tidak adanya rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Pencipta atas segala nikmat yang dilimpahkan kepada manusia .
2. G.G.Simpson ; senada dengan Steven Weinberg , dia menganggap proses penciptaan manusia ynag tidak bertujuan
3. Jacques Monod ; dia mengatakan bahwa manusia muncul secara kebetulan dan mengingkari adanya nasib yang sudah ditentukan
Sementara itu bagi ilmuwan muslim sudah jelas bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah pasti ada tujuannya dan segala hasil pemikirannya selalu menuju pada pengakuan akan keagungan dan kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta .
Seorang Misionaris Jerman , M.A. Hobohm pernah mengatakan bahwa pencarian eksistensi Tuhan dengan filsafat Yunani dan kegiatan ilmiah pasti akan menemui ketidakcocokan karena filsafat Yunani dipengaruhi mitos yang tidak rasional dan sadar atau tidak kitab suci mereka telah dikotori oleh mitos Yunani ( hellenisme )
Ahli Filsafat John O’Donnel juga sependapat bahwa kitab suci mereka sudah dipengaruhi dengan hellenisme .
DR.Jerald F.Dirks menunjukkan bagaimana ketekunananya mempelajari ajaran kitab suci baik dari Al-Qur'an maupun injil , sehingga diperooleh kebenaran yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an . Hinggaakhirnya belia menjadi ilmuwan muslim
Bahkan Nopoleon Bonaparte pernah mengatakan bahwa ia akan mengajak para ilmuwan dari berbagai Negara untuk elihat da merujuk pada Al-Qur'an dan meninggalkan akidah Trinitas .
Ajaran Trinitas dalam kitab injil sebenarnya adalah hasil pengaruh kebudayaan Yunani . Jadi jelaslah bahwa ilmuwan barat terpaksa berpiki sekuler karena hasil pengamatannya tentang alam tidak sesuai dengan kenyataan di dalam Kitab Suci mereka .
Bab 10 adalah kesimpulan dari pembahasan pembahasan pada bab sebelumnya . Selain kembali menyimpulkan uraian dari bab-bab sebelumnya Wisnu Arya Wardhana juga memberikan kesimpulan sekaligus ajakan bagi pembaca mengenai esensi buku ini , yaitu :
ajakan untuk melakukan pengamatan terhadapa alam semesta , Hingga nanti akan muncul ungkapan tulus yang membuktikan eksistensi Tuhan tanpa harus mencari bagaimana fungsi matematikanya
Teori Einstein sudah tersirat dalam Al-Qur'an , maka jelaslah bahwa Al-Qur'an disusun oleh Pemilik Segala Ilmu dan dan ilmu yang terkandung didalamnya berlaku untuk sepanjang jaman
hasil pengamatan alam semsta akan membawa kedekatan pada Alah swt .
Kelebihan buku ini adalah :
1. membahas bidang yang sangat penting bagi perkembangan umat Islam , yaitu adanya keseimbangan antara kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan keyakinan terhadap kebesaran Allah swt.
2. mampu menyajikan teori-teori secata jelas kepada pembaca , jadi bagi pembaca yang punya dasar ilmu yang berbeda masih mampu untu memahami buku ini
3. mampu menunjukkan kesesuain teori-teori mengenai IPTEK da ayat-ayat dalm Al-Qur'an

Seminar

Revitalisasi Gagasan Tentang Islamisasi Sains
dan Kaitannya Dengan Integrasi Sains dan Islam[1]

Oleh : Muhammad Farchani Rosyid[2]

Bagi umat Islam, sains bukan saja penting sebagai penuntun perkembangan teknologi, tetapi lebih daripada itu, ia (jikalau disikapi secara tepat) merupakan salah satu wasilah guna menambah keimanan, kecintaan dan kedekatan kepada Sang Khaliq, pencipta jagad raya ini. Allah berfirman dalam surat Fushilat ayat ke 53,

“Akan kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itulah yang benar”.

Dalam firman-Nya yang lain,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang berakal (dapat menalar)”
(Q. 3 : Ali Imran ayat 190)”

Selain itu, peningkatan pemahaman kita mengenai alam semesta berbuah peningkatan derajad kemanusiaan kita di mata Allah sebagaimana yang tersirat dalam firmannya di surat Al-Mujaadalah ayat 11,

“… Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad …”

Di beberapa surat dalam Al-Qur’an, Allah telah menegaskan bahwa tiada keraguan akan kebenaran Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yakni orang-orang yang nantinya mendapatkan kemudahan dalam segala permasalahan mereka (At Talaq ayat 4 dan 24). Selanjutnya, tidak dipungkiri lagi bahwa Al Qur’an secara lengkap telah memuat semua peraturan yang harus diikuti oleh orang-orang yang ingin selamat baik di dunia maupun di akherat kelak. Walaupun demikian, Al Qur’an tidak secara rinci (detail) memuat peraturan-peraturan yang dimaksud. Rincian peraturan tersebut harus dipelajari dari Rosulullah, yakni dari penjelasan dan tauladan yang diberikan olehnya. Itulah salah satu urgensi kerasulan Muhammad saw (Al-Ahzab ayat 21). Contoh yang sangat gamblang adalah perintah sholat. Al-Qur’an sendiri memuat perintah sholat :

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” ( Q.2: Al-Baqorah ayat 43 ).

Perincian tentang sholat –cara sholat, macam-macam sholat dan perlu tidaknya berwudlu– tidak disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Tiada satupun ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara masalah ini. Cara sholat, macam-macam sholat dan manfaat sholat dijelaskan oleh Rosul-Nya melalui hadits-hadits. Misalnya :

“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” (Al-Hadits),

“Sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar” (Al-Hadits).

Jadi, dalam masalah ini, yang dituliskan dalam Al-Qur’an hanyalah garis besar semata, sedang penjabarannya secara rinci diperoleh dari penjelasan dan contoh yang diberikan oleh Rosulullah saw.

Dalam hubungannya dengan sains, Al-Qur’an pun menyinggung gejala-gejala alamiah. Misalnya :

“Dan tidaklah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya”
(Q .21 : Al-Ambiyaa’ ayat 30 ).
“Dan langit (ruang angkasa) itu Kami bangun dengan kekuatan dan Kamilah sesungguhnya yang meluaskannya“ (Q. 51 : Adz-Dzariyat 47 ).
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tetumbuhan, zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ayat-ayat Allah bagi kaum yang menggunakan pikirannya. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari serta bulan untukmu, dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintahNya. Sesungguhnya pada gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi yang menggunakan akalnya“ (Q. 16 : An-Nahl ayat 11 dan 12 ).

“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan yang pertama, begitulah Kami akan mengulanginya.“ (Al-Anbiya’:104)

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain, dan (demikian pula) langit. Dan mereka semuanya (berkumpul di padang Mahsyar) menghadap kehadirat Allah yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bergandengan dengan belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter), dan muka mereka tertutup api.“ (Ibrahim : 48-50)

“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh.“ (An-Insyqaq :1-2).

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, bilakah terjadinya? Katakanlah,’Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat ada di sisi Tuhanku. Tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di
langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,’Sesungguhnya pengetahuan tentang Hari Kiamat itu ada di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.“ (Al-A’raf;187).
Dalam hal ini, Al-Qur’an juga tidak memuat rincian lengkap tentang cara Allah memisahkan langit dan bumi, tidak pula memuat tentang keterpaduan antara langit dan bumi sebelum dipisahkan. Al-Qur’an juga tidak secara rinci membahas kekuatan yang dipakai untuk membangun ruang angkasa dan makna perluasan jagat raya. Al-Quran tentu saja juga tidak membahas tentang jaringan transportasi nutrisi dalam tumbuh-tumbuhan. Tidak diterangkan pula rincian sunatullah (hukum) yang padanya malam dan siang, matahari serta bulan dan bintang-bintang tunduk patuh. Jadi, dalam masalah sains pun Al-Quran hanya menyebutkan fakta-fakta yang sepotong-sepotong (kalau tidak boleh dikatakan sedikit). Tiada rincian yang yang diberikan oleh-Nya. Tetapi yang perlu kita yakini adalah bahwa tentang gejala alamiah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an adalah benar adanya. Lalu, dari mana dan bagaimana kita dapat memperoleh rincian tentang sunatullah itu? Dari penjelasan Rosul-Nya? Namun, tidak satupun penjelasan Rosulullah yang secara rinci berbicara masalah itu. Bahkan, pada suatu riwayat disebutkan bahwa Rosulullah telah menyampaikan nasehat yang keliru tentang cara menanam kurma kepada salah seorang sahabatnya, sehingga menyebabkan rusaknya kebun kurma sahabat itu. Jadi, rincian lengkap tentang sunatullah haruslah kita usahakan sendiri dengan melakukan penelitin (tandzuru) dan penalaran (tafakur) secara berkesinambungan.
1. Sains Dalam Pengertian Yang Menyeluruh
Di kalangan kita, sains diartikan sebagai segala hal yang termuat dalam buku-buku sains. Dalam pandangan ini, sains dimengerti sebagai kumpulan informasi tentang fakta-fakta dan hipotesa-hipotesa ilmiah yang terkait dengan gejala-gejala alamiah. Namun, persepsi ini terlalu sempit. Hal itu mudah dipahami karena dewasa ini sejatinya kita masih berstatus sebagai konsumen sains. Sains sesungguhnya tersusun atas empat unsur, bukan hanya sekedar kumpulan fakta-fakta dan hipotesa-hipotesa ilmiah, tetapi merupakan keterpaduan dari empat unsur itu (Kitcher, P., 1982,). Keempat unsur sains itu adalah nilai-nilai ilmiah (scientific values), sikap dan perilaku ilmiah (scientific attitudes), proses-proses ilmiah (scientific processes) dan kandungan ilmiah (scientific content). Keempatnya terpadu dalam jalinan yang mekanis dan metabolis : Nilai-nilai ilmiah membentuk sikap dan perilaku ilmiah para ilmuwan. Sikap dan perilaku ilmiah menyebabkan seorang ilmuwan melakukan proses-proses ilmiah. Proses-proses ilmiah –dengan melibatkan fakta-fakta serta hipotesa-hipotesa ilmiah yang telah ada (sebagai premis)– menghasilkan kandungan ilmiah yang baru berupa fakta-fakta ilmiah dan hipotesa-hipotesa ilmiah yang baru. Terlihat bahwa kandungan ilmiah bersifat dinamis (yakni berkembang/berubah dari waktu ke waktu). Oleh karena itu, penguasaan sains oleh suatu komunitas berarti kemampuan komunitas tersebut untuk terlibat dalam proses-proses ilmiah pengembangan sains. Jadi, penguasaan sains oleh suatu komunitas tidak semata-mata berarti pemahaman fakta-fakta sains yang dimuat dalam buku-buku sains oleh komunitas itu. Pengertian sains yang komprehensif semacam ini (yakni sains sebagai keterpaduan yang mekanis dan metabolis antara nilai-nilai ilmiah, sikap serta perilaku ilmiah, proses-proses ilmiah dan kandungan ilmiah) sejalan dengan firman-firman Allah yang disinggung pada bagian sebelumnya. Firman-firman Allah itu tidaklah memerintahkan kepada kita untuk hanya sekedar menjadi konsumen sains, melainkan lebih daripada itu, yakni memerintahkan kita untuk menjadi ilmuwan.
Pengertian sains semacam ini sejalan dengan perintah-perintah Allah untuk melakukan observasi (tandzuru) dan penalaran (tafakur) secara berkesinambungan sebagaimana dalam ayat-ayat yang diungkapkan di atas. Jadi, bersains adalah perintah Islam.
2. Islamisasi Sains
Wacana yang mengiringi kerisauan akan hubungan Islam dan ilmu pengetahuan adalah islamisasi sains. “Islamisasi sains” menurut Shafiq merupakan terma yang kurang tepat, mengingat pengetahuan adalah suci dan merupakan anugerah dari Allah SWT [Shafiq, 2001]. Mengetahui adalah salah satu sifat-Nya, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu (Al-‘alim). Manusia menjadi makhluk yang penting karena mereka dikaruniai oleh-Nya kemampuan untuk mengetahui. Bagi manusia, sifat mengetahui (‘ilm) sama pentingnya dengan eksistensi kediriannya. Dengan menggunakan daya intelek (‘aql) dan rasionya, manusia dapat menemukan fakta-fakta baru dan, oleh karenanya, mampu menggali pengetahuan yang lebih dalam lagi. Al-Quran sangat sering menggunakan terma ‘ilm dan turunannya. Selanjutnya, banyak cendekiawan membedakan terma Al-‘alim dengan ‘ilm, untuk menegaskan bahwa yang pertama mengacu pada pengetahuan sejati (wahyu) sedang terma kedua merujuk pada pengetahuan manusia. Jadi terdapat dua macam pengetahuan : Al-‘alim al qadim (pengetahuan yang diwahyukan) dan Al-‘alim al hadith (pengetahuan). Wahyu (revealation) adalah kalam Allah, dan kalam adalah makhluk-Nya. Wahyu dan dunia berasal dari-Nya, sehingga antara keduanya tidak dapat dipertentangkan. Kalau kita melihat kontradiksi, maka itu jelas merupakan kesalahan kita dalam menafsirkan pernyataan-pernyataan Al-Qur’an atau ketidaktepatan analisis rasional dan empirik kita atas dasar data-data yang salah. Islamisasi ilmu pengetahuan dalam konteks ini, berarti proses menguji kembali dua sumber pengetahuan tersebut (penafsiran agama terhadap pengetahuan wahyu dan sains) untuk menggantikan berbagai kontradiksi yang muncul. Sebagian penafsiran-penafsiran agama dan sains yang diterima pada suatu saat sebagai suatu kebenaran ternyata terbukti salah.
Menurut Ismail Raji al-Faruqi (salah seorang penggagas islamisasi sains), masalah wahyu versus rasio dan otoritas skriptural versus sains tidak terdapat dalam Islam, karena konflik bukanlah antara Islam dan sains, tetapi antara interpretasi-interpretasi Al-Qur’an dan sains modern. Apa yang digagas oleh islamisasi pengetetahuan adalah penyusunan dan pembangunan kembali disiplin kemanusiaan, sosial dan ilmu pengetahuan alam dengan memberinya dasar baru yang konsisten dengan Islam.
Namun, menurut hemat penulis, terma islamisasi sains adalah terma yang tepat sepanjang sains dipahami secara komprehensif (sebagai tersusun atas empat unsur) dan Islam kita tempatkan sebagai dien (bukan agama atau religion menurut barat). Paling tidak terdapat dua persoalan yang mengharuskan kita untuk melakukan islamisasi sains. Pertama, kegayutan sains dewasa ini pada suatu sistem nilai (dan sains itu sendiri adalah sistem nilai sebagaimana telah disebutkan di atas). Kedua adalah marginalisasi dan bahkan eksklusi wahyu serta sabda rasulullah dari lingkaran premis. Islamisasi sains menurut penulis mencakup dua hal : peninjauan dan penyusunan kembali sistem nilai ilmiah sedemikian sehingga diperoleh nilai-nilai ilmiah yang koheren dengan Islam dan “diperkenankannya” pengambilan wahyu serta sabda-sabda rasul sebagai premis (yakni desekulerisasi premis) di samping fakta-fakta ilmiah yang telah didapat sebelumnya. Tentu saja dalam pengambilan wahyu dan sabda rasululah sebagai premis tidak terlepas
Sains
Islam
Sains islami
Gambar 1
islamisasi
Islamdari tafsir, sedangkan penafsiran terhadap wahyu selalu berkembang. Jadi, sebagaimana fakta-fakta dan hipotesa-hipotesa qauniyah, fakta-fakta dan hipotesa-hipotesa qauliyah pun bersifat dinamis. Tetapi, hal ini justru menempatkan wahyu dan sabda rasul sama kuatnya dengan premis-premis yang lain. Kabar gembira berikutnya adalah terciptanya umpan balik bagi perkembangan tafsir itu sendiri.
3. Integrasi Sains dan Islam
Sementara itu, istilah interkoneksi dan integrasi sains dan Islam mengesankan Islam dan sains sebagai dua hal yang sederajad dan tidak perlu mengalami penyesuaian (modifikasi). Istilah interkoneksi dan integrasi sains dan Islam juga mengesankan adanya koherensi antara dua sistem nilai itu (Islam dan sains) atau paling tidak ketiadaan kontradiksi antara unsur-unsurnya. Hasil integrasi sains dan Islam diharapkan berupa suatu sistem nilai baru yang lebih luas cakupannya bila keduanya memang koheren dan sains tidak tersubordinasi oleh Islam atau dua sistem yang paralel tidak bertentantangan satu terhadap yang lain. Masalahnya, benarkah keduannya koheren atau paling tidak tiada kontradiksi satu terhadap yang lain? Oleh karena itu, koherensi antara sains dan Islam ke depannya masih akan menjadi isu yang hangat.
Bila memang Islam dan sains itu koheren dan sains tidak tersubordinasi oleh Islam, maka tentu ada sistem yang lebih besar (baca : lebih sempurna) yang merupakan perpaduan antara Islam dan sains. Jadi, permasalahannya kembali kepada maksimalitas Islam sebagai sistem nilai. Yakni, apakah Islam sebagai sistem nilai tidak tersubordinasi oleh sistem yang lain. Tetapi Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3, artinya
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu (dien-mu) dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku”
Jadi, Islam telah dikatakan oleh Allah sebagai dien yang sempurna. Hal ini membantah keberadaan sistem lain yang mensubordinasi Islam.
Gambar 2
Islam-Sains (ataukah Sains-Islam?)
Sains
Islam
Islam
Sains
Nothing!
? Kemungkinan berikutnya, sains dan Islam tidak kontradiktif dan tidak koheren sehingga. Sulit mengatakan bahwa hasil integrasi semacam ini menghasilkan suatu sistem filsafat. Jawaban satu-satunya adalah perlu adanya modifikasi. Ini tidak lain kembali kepada islamisasi sains.
Daftar Pustaka

Kitcher, P., 1982, Abusing science : The case against creationisme, MIT Press. Cambridge Mass.
Shafiq, M., 2000, Mendidik Generasi Baru Muslim (terjemahan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
[1] Disampaikan pada Launching Pusat Studi Integrasi dan Interkoneksi Teknosains dan Islam, 5
September 2006 di Hotel Sahid, Yogyakarta
[2] - Dosen luar biasa di Fakultas Tarbiyah dan Saintek UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Dosen tetap di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
- Aktifis Institut untuk Sains di Yogyakarta (I-Es-Ye)

PTK

APAKAH PTK ITU ?

PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru shg hasil belajar meningkat.
Karakteristik PTK:
1. Masalah berawal dari guru
2. Tujuannya memperbaiki pembelajaran
3. Metode utama adalah refleksi diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian.
4. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.
5. Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti.
Mengapa guru dianggap paling tepat untuk melakukan PTK?
1. Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya.
2. Temuan penelitian tradisionel sering sukar diterapkan untuk memperbaiaki pembelajaran.
3. Guru merupakan orang yang paling akrap dengan kelasnya.
4. Interaksi guru siswa berlangsung secara unik.
5. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru untuk mampu melaksanakan PTK di kelasnya.
Manfaat PTK bagi guru:
1. Memperbaiki guru memperbaiki mutu pembelajaran
2. Meningkatkan profesionalisme guru
3. Meningkatkan rasa percaya diri guru
4. Memungkinkan guru secra aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.

Keterbatasan PTK:
1. Validitas yang sering disangsikan.
2. Tidak mungkin melaksanakan generalisasi, karena sampel sangat terbatas.
3. Perak guru yang bertindak sebagai pengajar dan sekligur peneliti sering membuat sangat repot.
R1
L1
M1
L2
R2
M2
L3
R3
M3
Keterangan:
M: Merencanakan
L : Melaksanakan
R : Reflekesi

GAMBAR SIKLUS PTK










BAGAIMANA MERENCANAKAN PTK?
a. Mengidentifikasi dan menetapkan masalah
b. Menganalisis dan merumuskan masalah
c. Merencanakan tindakan
d. Merefleksi
SELAMAT MERENUNGKAN DAN MENCOBA

Coba belajar

Mengapa Sir Isaac Newton dapat mempengaruhi dunia?
Oleh : Lilik Setiono
"I do not know what I may appear to the world; but to myself I seem to have been only like a boy playing on the seashore, and diverting myself in now and then finding a smoother pebble or a prettier shell than ordinary, whilst the great ocean of truth lay all undiscovered before me."-- Isaac Newton, From Brewster, Memoirs of Newton (1855) --
1. Pendahuluan
Tiga abad yang lalu tercatat suatu peristiwa penting dalam sejarah usaha manusia memahami kelakuan alam sekitarnya, khususnya dalam pengembangan ilmu fisika. Betapa tidak, di tahun 1687 terbit edisi pertama buku Principia karya Sir Isaac Newton (1642-1727), ilmuwan fisika-matematika kenamaan berkebangsaan Inggris. Dalam buku itu hukum gaya berat atau gravitasi diumumkan pengarangnya. Ia adalah hukum alam yang berperan sebagai kunci penyingkap tabir rahasia gejala berat, yang penuh teka-teki namun menarik dan menantang.
2. Penemuan Newton
Sir Isaac Newton mungkin merupakan salah satu dari sedikit ilmuwan yang paling berpengaruh yang pernah hidup. Kita mengenal akrab nama ini dari teorinya tentang gravitasi. Namun demikian gravitasi bukanlah satu-satunya penemuan Newton yang monumental. Newton juga mewariskan kepada kita konsep tentang spektrum cahaya (dia yang pertama menemukan bahwa cahaya putih ternyata merupakan gabungan dari spektrum yang terdiri dari warna-warni pelangi). Ia juga tercatat sebagai penemu teleskop refleksi (nama "Refleksi" untuk weblog ini sebenarnya saya pilih atas karena mengingatkan saya atas teleskop tersebut). Begitu pula dengan hukum geraknya yang mampu menjelaskan banyak hal mengenai orbit benda-benda angkasa, termasuk bumi kita.
Soal lahirnya hukum gravitasi ini memang memiliki banyak versi. Ada yang percaya bahwa gagasan tentang gravitasi muncul setelah sebuah apel jatuh menimpa kepalanya. Versi lain menyatakan bahwa sumber gagasan justeru saat ia melihat bulan yang menggantung di angkasa. Dalam biografinya malahan dikisahkan bahwa gagasan soal teori gravitasi lahir setelah ia teringat akan sebuah permainan di masa kecilnya: Sebuah ember penuh berisi air diputar kuat-kuat dalam sumbu vertikal sehingga air dalam ember tidak tumpah walaupun dalam posisi ember yang terbalik.
Tentu menarik pula bagi kita untuk mepertanyakan kembali tentang bagaimana Newton menemukan hukum gaya beratnya. Setelah membaca lelucon mengenai buah apel, sebagian pembaca mungkin memperoleh kesan Newton menemukan perumusan hukum gaya beratnya melalui suatu ilham yang datang secara tiba-tiba. Ternyata tidak demikian! Teori Newton lahir melalui suatu proses yang cukup panjang yang dibuka oleh pemikiran Kopernik, dirintis oleh tumpukan data Tycho Brahe, dan yang kemudian digarap oleh Kepler. Penemuan Newton sendiri diperoleh melalui suatu usaha dengan ketekunan yang memakan waktu untuk dapat memahami Ketiga Hukum Kepler. Berdasarkan data mengenai gerak planet yang telah diketahui, yang merupakan akibat dari gaya X yang berperan sebagai penyebabnya. Dari sini ia menemukan bahwa bila orbit yang beredar mengelilingi Matahari berbentuk elips dengan Matahari berada pada salah satu titik apinya seperti dikatakan oleh Hukum Orbit Kepler, maka gaya penyebabnya X haruslah berupa sebuah gaya tarik yang mengarah ke pusat Matahari dan besarnya berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara planet tersebut dengan Matahari. Dengan mempergunakan gaya X yang telah diketahuinya di dalam hukum geraknya kembali ia menyimpulkan kedua Hukum Kepler yang lain memang berlaku, yang sekaligus mengecek kebenaran pemilihan bentuk gaya X di atas. Gaya X inilah yang disebut gaya berat atau gravitasi.
Setelah menemukan kunci rahasianya, Newton mengumumkan hukum gravitasinya yang terkenal, yang olehnya dipandang berlaku semesta, artinya baik untuk menerangkan jatuhnya sebuah batu ke permukaan Bumi maupun keteraturan peredaran Bulan mengelilingi Bumi dan planet beserta komet mengelilingi Matahari. Bahkan menyangkut pula gerakan galaksi atau gugus bintang dalam jagat raya.
3. Hukum Newton
Tetapi penemuan-penemuan Newton yang terpenting adalah di bidang mekanika, pengetahuan sekitar bergeraknya sesuatu benda. Galileo merupakan penemu pertama hukum yang melukiskan gerak sesuatu obyek apabila tidak dipengaruhi oleh kekuatan luar. Tentu saja pada dasarnya semua obyek dipengaruhi oleh kekuatan luar dan persoalan yang paling penting dalam ihwal mekanik adalah bagaimana obyek bergerak dalam keadaan itu. Masalah ini dipecahkan oleh Newton dalam hukum geraknya yang kedua dan termasyhur dan dapat dianggap sebagai hukum fisika klasik yang paling utama. Hukum kedua (secara matcmatik dijabarkan dcngan persamaan F = m.a) menetapkan bahwa akselerasi obyek adalah sama dengan gaya netto dibagi massa benda. Terhadap kedua hukum itu Newton menambah hukum ketiganya yang masyhur tentang gerak (menegaskan bahwa pada tiap aksi, misalnya kekuatan fisik, terdapat reaksi yang sama dengan yang bertentangan) serta yang paling termasyhur penemuannya tentang kaidah ilmiah hukum gaya berat universal. Keempat perangkat hukum ini, jika digabungkan, akan membentuk suatu kesatuan sistem yang berlaku buat seluruh makro sistem mekanika, mulai dari pergoyangan pendulum hingga gerak planit-planit dalam orbitnya mengelilingi matahari yang dapat diawasi dan gerak-geriknya dapat diramalkan. Newton tidak cuma menetapkan hukum-hukum mekanika, tetapi dia sendiri juga menggunakan alat kalkulus matematik, dan menunjukkan bahwa rumus-rumus fundamental ini dapat dipergunakan bagi pemecahan problem.
Hukum ini dasarnya menyatakan hubungan antara gaya dan gerak yang menempatkan keduanya sebagai suatu hubungan sebab-akibat. Di sini gaya dikaitkan dengan kekuatan mendorong atau menarik yang berperan sebagai penyebab "perubahan gerak" sebuah benda. Atau lebih terinci lagi, gaya adalah penyebab perubahan besar kecepatan (laju) dan arah gerak (arah kecepatan) benda. Dan Hukum Newton kedua ini menyatakan, besarnya perubahan gerak benda yang secara pengukuran disebut percepatan berbanding terbalik dengan massa benda itu dan berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Besaran massa di atas, yang samar-samar pengertiannya, dapat disetarakan dengan berat benda (ingat Hukum Gaya Berat Newton) dan secara fisika merupakan ukuran keengganan benda untuk mengubah keadaan gerak semula. Jadi secara fisika hukum ini menyatakan, benda yang massanya lebih besar (atau lebih berat) enggan sekali mengubah keadaan geraknya semula sedangkan yang jauh lebih kecil massanya (jadi lebih ringan) memperlihatkan perilaku yang lebih luwes. Dengan demikian, benda yang massanya besar sekali, bila semula berada dalam keadaan diam, cenderung untuk tetap berada dalam keadaan diam.
Nah, pada masalah kita di atas, massa bumi jauh lebih besar daripada massa batu kecil itu. Dengan demikian terungkaplah sekarang secara jelas bagi kita apa penyebabnya tertariknya batu kecil itu (melalui Hukum Gaya Berat Newton) dan mengapa jatuhnya haruslah ke permukaan Bumi (melalui Hukum Gerak Newton).
Hukum Newton dapat dan sudah dipergunakan dalam skala luas bidang ilmiah serta bidang perancangan pelbagai peralatan teknis. Dalam masa hidupnya, pemraktekan yang paling dramatis adalah di bidang astronomi. Di sektor ini pun Newton berdiri paling depan. Tahun 1678 Newton menerbitkan buku karyanya yang masyhur Prinsip-prinsip matematika mengenai filsafat alamiah (biasanya diringkas Principia saja). Dalam buku itu Newton mengemukakan teorinya tentang hukum gaya berat dan tentang hukum gerak. Dia menunjukkan bagaimana hukum-hukum itu dapat dipergunakan untuk memperkirakan secara tepat gerakan-gerakan planit-planit seputar sang matahari. Persoalan utama gerak-gerik astronomi adalah bagaimana memperkirakan posisi yang tepat dan gerakan bintang-kemintang serta planit-planit, dengan demikian terpecahkan sepenuhnya oleh Newton hanya dengan sekali sambar. Atas karya-karyanya itu Newton sering dianggap seorang astronom terbesar dari semua yang terbesar.
4. Benarkah Sir Isaac Newton berpengaruh?
Isaac Newton, ilmuwan paling besar dan paling berpengaruh yang pernah hidup di dunia, lahir di Woolsthrope, Inggris, tepat pada hari Natal tahun 1642, bertepatan tahun dengan wafatnya Galileo. Seperti halnya Nabi Muhammad, dia lahir sesudah ayahnya meninggal. Di masa bocah dia sudah menunjukkan kecakapan yang nyata di bidang mekanika dan teramat cekatan menggunakan tangannya. Meskipun anak dengan otak cemerlang, di sekolah tampaknya ogah-ogahan dan tidak banyak menarik perhatian. Tatkala menginjak akil baliq, ibunya mengeluarkannya dari sekolah dengan harapan anaknya bisa jadi petani yang baik. Untungnya sang ibu bisa dibujuk, bahwa bakat utamanya tidak terletak di situ. Pada umurnya delapan belas dia masuk Universitas Cambridge. Di sinilah Newton secara kilat menyerap apa yang kemudian terkenal dengan ilmu pengetahuan dan matematika dan dengan cepat pula mulai melakukan penyelidikan sendiri. Antara usia dua puluh satu dan dua puluh tujuh tahun dia sudah meletakkan dasar-dasar teori ilmu pengetahuan yang pada gilirannya kemudian mengubah dunia.
Apa penilaian kita terhadap arti penting keilmiahan Newton? Apabila kita buka-buka indeks ensiklopedia ilmu pengetahuan, kita akan jumpai ihwal menyangkut Newton beserta hukum-hukum dan penemuan-penemuannya dua atau tiga kali lebih banyak jumlahnya dibanding ihwal ilmuwan yang manapun juga. Kata cendikiawan besar Leibniz yang sama sekali tidak dekat dengan Newton bahkan pernah terlibat dalam suatu pertengkaran sengit: "Dari semua hal yang menyangkut matematika dari mulai dunia berkembang hingga adanya Newton, orang itulah yang memberikan sumbangan terbaik." Juga pujian diberikan oleh sarjana besar Perancis, Laplace: "Buku Principia Newton berada jauh di atas semua produk manusia genius yang ada di dunia." Dan Langrange sering menyatakan bahwa Newton adalah genius terbesar yang pernah hidup. Sedangkan Ernst Mach dalam tulisannya di tahun 1901 berkata, "Semua masalah matematika yang sudah terpecahkan sejak masa hidupnya merupakan dasar perkembangan mekanika berdasar atas hukum-hukum Newton." Ini mungkin merupakan penemuan besar Newton yang paling ruwet: dia menemukan wadah pemisahan antara fakta dan hukum, mampu melukiskan beberapa keajaiban namun tidak banyak menolong untuk melakukan dugaan-dugaan; dia mewariskan kepada kita rangkaian kesatuan hukum-hukum yang mampu dipergunakan buat permasalahan fisika dalam ruang lingkup rahasia yang teramat luas dan mengandung kemungkinan untuk melakukan dugaan-dugaan yang tepat.
Penemuan ilmiah bukan saja sudah merevolusionerkan teknologi dan ekonomi, tetapi juga sudah mengubah total segi politik, pemikiran keagamaan, seni dan falsafah. Sangat langkalah aspek kehidupan manusia yang tetap "jongkok di tempat" tak beringsut sejengkal pun dengan adanya revolusi ilmiah. Alasan ini --sekali lagi alasan ini-- yang jadi sebab mengapa begitu banyak ilmuwan dan penemu gagasan baru tercantum di dalam daftar buku ini. Newton bukan semata yang paling cerdas otak diantara barisan cerdas otak, tetapi sekaligus dia tokoh yang paling berpengaruh di dalam perkembangan teori ilmu. Itu sebabnya dia peroleh kehormatan untuk didudukkan dalam urutan hampir teratas dari sekian banyak manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Newton menghembuskan nafas penghabisan tahun 1727, dikebumikan di Westminster Abbey, ilmuwan pertama yang memperoleh penghormatan macam itu.
5. Penutup
Kini, lebih dari tiga ratus tahun setelah Newton merumuskan teori-teorinya, penemuannya masih tetap relevan. Semasa hidupnya, Newton mungkin tidak pernah membayangkan bahwa peluncuran roket dan perjalanan antar planet kini bisa dilakukan dengan berdasar kepada rumusan yang ia temukan. Minggu lalu, disini saya pernah cerita tentang penemuan planet ekstrasolar. Kalau mau jujur, sebenarnya orang yang paling berperan dalam penemuan ini adalan Newton. Bukankah konsep tentang spektrum cahaya yang digunakan untuk mengukur pergeseran Doppler (sehingga terlihat adanya 'goyangan' pada sebuah bintang) merupakan buah dari penemuan Newton? Hukum gravitasinya menjelaskan bagaimana sebuah planet yang mengorbit bisa mempengaruhi bintang induknya. Dan jangan lupa dengan hukum gerak yang menjelaskan tentang periode, massa, dan jarak objek yang mengelilingi sebuah bintang. Semua itu lahir dari otak ilmuwan jenius itu tiga setengah abad lampau!
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/isaac_newton
http://www.fisikanet.lipi.go.id
http://dhani.singcat.com/astro/who.php#newton
http://media.isnet.org/iptek/100/newton.html

Pemanfaatan media

E-LEARNING SEBAGAI SALAH SATU MEDIA PEMBELAJARAN
MASA DEPAN

Oleh : Lilik Setiono

Kebutuhan akan media pembelajaran yang baru saat ini dirasakan sangat penting. Media yang dirancang untuk membantu menyukseskan keberhasilan dunia pendidikan menjadi suatu hal penting untuk saat ini. Paradigma pendidikan yang telah berganti dari teacher oriented menjadi student oriented membuat para praktisi pendidikan berlomba-lomba membuat media pemebelajaran yang semenarik mungkin.

Tugas guru saat ini telah bergeser dari mendidik dan mengajar menjadi fasilitator dan pengarah bakat dan minat dari peserta didik. Guru dituntut agar lebih kreatif mengelola suasana pembelajaran. Pembelajaran yang tidak hanya dilakukan di sekolahan tapi lebih kepada pembelajaran di kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang akan menyediakan sumber daya manusia sesuai kebutuhan masyarakat sekitar dituntut agar dapat mewujudkan cita-cita masyarakat.

Fenomena kegiatan pembelajaran konvensional masih saja dapat dijumpai di berbagai sekolahan di Indonesia. Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Guru sebagai pkatisi pendidikan yang berperan langsung pun tidak bisa begitu saja disalahkan. Bagai mana mungkin dengan jumlah peserta didik yang melebihi kapasitas dan minimnya saran dan prasana dapat diterapkan gaya pembelajaran ala quantum teaching atau active learning.

Beban guru yang begitu menumpuk menjadikan guru tidak bisa lebih kreatif sedikit. Tugas administrasi sampai kurang bisa menguasai alat pembelajaran membuat sebagian guru berfikir pendek dengan menjalankan pembelajaran model ceramah. Berbicara seharian di depan peserta didik dan kemudian memberikan tugas rumah sudah dilakukan sejak dahulu.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kunci pembelajaran harus saling berkaitan satu sama lain. Peserta didik, guru, materi pelajaran, sarana prasarana, pengelola, dan lingkungan tidak bisa dipisahkan. Bahkan salah satu komponen tersut kurang memenuhi criteria yang diinginkan maka hasil pembelajaran kurang maksimal. Ambilah sebuah contoh, di suatu sekolah banyak guru yang professional, dapat menjalankan aktifitas pembelajaran dengan berbagai metode, tetapi justru sarana prasarana tidak mendukung. Bagaimana guru tersebut dapat mengoptimalkan aktifitas pembelajaran sedngkan sarana prasaran tidak tersedia di sekolahan itu? Ada beberapa sekolahan justru sarana prasaran komplit. Karena terlalu komplitnya jadi tidak pernah tersentuh tangan-tangan guru. Tersimpan rapi di gudang atau di laboratorium. Sangat ironis sekali jika salah satu komponen pembelajaran tidak sesuai dengan harapan yang ada.

Media pembelajaran yang nota-benenya hanya sebagai alat perantara atau alat Bantu pembelajaran tidak bisa bebrbuat terlalu banyak. Tidak ada media pembelajaran yang dinyatakan paling baik. Karena sebaik-baiknya media pembelajaran tetapi guru dan praktisi pembelajaran tidak bisa memanfaatkannya akan menjadi percuma. Jadi perlu yang namanya criteria media pembelajaran yang baik.

Upaya Implementasi

Pengetahuan ialah pengenalan yang akrab tentang sesuatu yang berdasarkan pengalaman, misalnya pengetahuan tentang kota, sungai, gunung, penduduk dan lain-lain. Ilmu ialah pengetahuan yang telah disistematikkan, yaitu disusun secara teratur mengenai suatu bidang tertentu, yang jelas batas-batas sasarannya, cara kerjanya dan tujuannya. Bila pengetahuan tentang gunung, sungai, kota, penduduk dan sejarahnya disistematikkan, maka jadilah ilmu bumi.
Pengetahuan lahir dari pengamatan yang cermat melalui panca indra, baik tanpa maupun dengan pertolongan alat-alat. Pengamatan alam yang dilakukan oleh para pencinta alam, yang dikenal dengan sebutan “natural Philosopher”[1], membawa mereka kepada renungan-renungan yang menghasilkan kesimpulan yang spekulatif. Maka wajar bila kesimpulan mereka itu banyak salahnya.
Ilmu (sains) tidak cukup dengan pengamatan dan renungan, tetapi menuntut kelengkapan lain, yaitu pengumpulan, pengukuran, dan penghitungan (pengolahan) data, meningkat dari hal-hal yang khusus kepada suatu kesimpulan umum (induksi) atau sebaliknya dari yang umum kepada yang khusus (deduksi), dan berakhir pada yang khusus (deduksi), dan berakhir pada lesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh akal (logika). Sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh akal disebut rasional.[2]
Semua pengamatan harus dicurigai dan harus diuji berulang-ulang (eksperimen) oleh beberapa orang di beberapa tempat dengan memperhatikan berbagai kondisi. Kesimpulan dianggap benar bila hasil uji ulang selalu sama. Uji ulang atau eksperimen berlaku terbatas bagi materi saja, sehingga kebenaran ilmu ditunjang oleh atau hanya berlaku bila memenuhi syarat: rasional, material, empiris dan kuantitatif.
Akan tetapi yang disebut ada dalam (menurut) ilmu ternyata tidak selalu ada dalam arti material. Ilmu atau sains mengakui bahkan menggunakan sesuatu yang hanya dalam konsep saja, misalnya berat jenis benda. Kemudian ternyata juga bahwa tidak semua kebenaran yang diakui oleh ilmu harus melalui uji coba ulang; misalnya kebenaran bahwa seorang anak dilahirlkan oleh seorang yang mengaku sebagai ibunya, tidak mungkin dibuktikan dengan coba ulang. Selanjutnya ada pula yang tidak mungkin diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, misalnya cinta, benci, susah, sedih dan sebangsanya yang menyangkut perasaan. Sedang kesimpulan yang rasional ialah kesimpulan yang rasional ialah kesimpulan yang metode mengambi kesimpulannya dianggap benar; shingga yang logis tidak selalu benar, tetapi yang benar pasti logis.[3]
Uraian di atas menunjukkan bahwa kebenaran filsafat adalah kebenaran yang subyektif dan spekulasi, sedangkan kebenaran ilmu bersifat obyektif relative. Kita menyaksikan bahwa seribu filsuf bias seribu macam pula pendapatnya tentang satu hal yang sama, dan yang hari ini benar menurut ilmu, besok bias salah juga menurut ilmu.
Ilmu itu jujur. Para ilmuwan yang jujur pasti mempunyai sikap konsisten, yaitu bila di dalam ilmu mengakui adanya aksioma dan kepercayaan, maka dalam agama pun akan bersikap yang sama. Jadi baik agama maupun ilmu keduanya dimulai dengan dasar yang sama, yaitu keyakinan akan satu kebenaran yang dalam bahasa agama disebut iman.[4]
Hanya ada satu sumber ilmu, yaitu Allah SWT. Imu-Nya itu disampaikan kepada manusia dalam dua bentuk; pertama dalam bentuk yang diwahyukan dan terkumpul dalam kitab suci, dikenal dengan sebutan ayat-ayat tanziliyyah; kedua dalam bentuk yang terpampang, yaitu alam semesta yang mencakup bumi dengan segala isinya, dikenal dengan sebutan ayat-ayat kauniyyah. Kebenaran ayat-ayat yang tertulis bersifat apriori; mempelajari ayat-ayat tersebut hukumnya fardlu ‘ain, artinya wajib setiap muslim dan muslimat. Kebenaran ayat-ayat kauniyyah bersifat aposteriori, artinya kebenaran tersebut harus digali, dikaji, dan teliti lebih dahulu. Mempelajari ayat-ayat kauniyyah hukumnya fardlu kifayah (spesialisasi), terutama diserahkan kepada ilmuwan (ulil albab) dalam bidangnya masing-masing.
Kegiatan apapun yang dilakukan oleh seorang muslim tujuannya hanya satu, yaitu keridlaan allah, dikenal dengan sebutan tauqidul qashdi. Seperti tercermin pada do’a iftitah setiap kali melakukan sholat; “Sesungguhnya shalatku, segala kegiatanku, hidupku, dan matiku, kupersembahkan hanya kepada Allah semata:. Maka ilmuwan yang pergi ke masjid untuk bersujud kepada-Nya dan yang pergi ke laboratorium untuk mengungkapkan sunnah-Nya, keduanya bernilai ibadah. Sarjana-sarjana muslim bertolak dari tauhid (niat karena allah) dan bertujuan tauhid pula (keridlaan Allah), maka dalam Islam tidak ada ilmu yang sekuler. Dalam sejarahpun tak pernah ada ilmuwan muslim dihukum atas nama agama karena kegiatan atau dalil;-dalil ilmiahnya.
Jihad berarti sungguh-sungguh, baik dalam usaha memahami kitab suci maupun dalam usaha memahami ayat-ayat kauniyyah; asal saja kegiatan-kegiatan itu dilandasi niat karena allah, maka bernilai ibadah di sisi-Nya. Karena itu ilmuwan muslim yang meniggal di gunung, di lembanh, di dasar laut atau di laboratorium, dalam kegiatan mengungkapkan ayat-ayat allah, atau dalam usahanya mengetahui sunnah-Nya, amak dia itu mati syahid.
A. Konsep Ajaran Islam
Ilmu dalam Islam muncul karena perintah Allah dalam Al-Qur’an, baik ilmu untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan di akhirat. Semua amal, baik lahir maupun bathin, harus didasari ilmu. Tanpa ilmu semua amal tidak dapat mencapai hasil yang optimal. Iman kepada Allah harus dengan ilmu, ibadah harus dengan ilmu, bahkan makan dan tidur pun harus dengan ilmu pula.
Keutamaan berilmu menurut Al-Qur’an, diantaranya adalah:
1. “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakaan. Menciptakan manusia dari segumpal darah yang melekat. Bacalah Tuhanmu yang MahaMulia. Yang mengajar dengan kalam. Mengajar manuisa apa-apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. 96:1-5)
2. “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tentangnya engkau tidak mempunyai pengetahuan, karena pendengaran, pengelihatan, serta hati semuanya itu akan dimintakan pertanggungjawaban pemiliknya.” (Qs. 35:28)
Keutamaan berilmu menurut Rasulullah SAW, diantaranya adalah:
1. “Menuntut ilmu itu wajib atas semua Muslim dan Muslimat,” (HR. Abu Abdil Barr dari Anas)
2. “Sebaik-baik shodaqoh adalah apabila seorang muslim mempelajari ilmu kemudian mengajarkannya kepada saudara-saudaranya sesame Muslim,” (HR. ibnu Majah)
Dengan mentaati perintah Al-Qur’an dan Rasul-Nya maka umat Islam selama hamper 9 abad (600-1500 M) merupakan umat yang cemerlang. Abad-abad kegelapan dunia Barat justru sebaliknya bagi dunia Islam. Mula-mula terjadilah perluasan kekuasaan islam, yaitu dimulai oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiqi dan Umar ibnu Khathab yang kemudian dilanjutkan oleh Khalifah bani Umayyah dan Abassiyah. Berturut-turut jatuh ke dalam kekuasaan Islam; Damaskus (629 M), Bagdad (637 M), Mesir sampai Maroko (645 M), Parsi (646 M), Samarkand (680 M), dan Andalusia (719 M).
Perbedaan yang mendasar antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama adalah: Pertama, dasarnya berbeda. Ilmu bersandar pada etos otonomi pemahaman. Intinya ilmu mempunyai sikap skeptis dan tidak mudah percaya. Sedangkan agama sebaliknya, dasar kepercayaan dan kepasrahan dalam kehendak otoritas lain, terutama otoritas Tuhan. Jadi, dalam dunia keilmuan keetidakpercayaan (sebelum terbukti) adalah sebuah keutamaan, dalam dunia keagamaan, kepercayaanlah yang menjadi keutamaan.
Kedua, ilmu relative lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan baru asalkan masuk akal dan ditunjang bukti factual yang memadai. Agama sebaliknya, meski umumnya diyakini bahwa manusia wajib menggunakan akalnya untuk memahami wahyu dan kitab suci, dalam kenyataannya agama cenderung defensif terhadap pemahaman baru.
Ketiga, bahasa yang diguanakan dalam agama lebih berupa bahasa mitos, penuh metafora ataupun retorika, sementara bahasa ilmu adalah bahasa factual, lugas, dan literal. Tentu ilmu bisa memperlihatkan fakta-fakta yang memberi isyarat pada pemahaman misteri terdalam itu, tetapi sesunguhnya ihwal misteri dan makna eksistensial adalah di luar kewenangan ilmu.
Meskipun demikian, selain memperhatikan berbagai berbagai perbedaan mendasar itu, tentu kita bisa melihat berbagai kemungkinan korelasi antara keduanya diantaranya persoalan zaman yang dihadapi. Setelah kita melihat berbagai perbedaan mendasar antara ilmu dan agama, sekarang kita akan melihat kemungkinan titik temu antara keduanya. Sebenarnya, ilmu mampu membantu agama merevitalisasi diri dengan beberapa cara.
Pertama, kesadaran kritis dan sikap realistis yang dibentuk oleh ilmu sangatlah berguna untuk mengelupaskan sisi-sisi ilusoris agama, bukan untuk menghancurkan agama, melainkan untuk menemukan hal-hal yang lebih esensial dari agama. Sebaliknya, agama pun sebetulnya dapat membantu ilmu agar tetap manusiawi, dan selalu menyadari persoalan-persoalan konkret yang mesti dihadapinya. Agama bisa selalu mengingatkan bahwa ilmu bukanlah satu-satunya jalan menuju kebenaran dan makna terdalam kehidupan manusia. Dalam dunia manusia, ada realitas pengalaman batin yang membentuk makna dan nilai. Dan itulah wilayah yang tak banyak disentuh oleh ilmu, wilayah yang ambigu tetapi riil.
Kedua, kemampuan logis dan kehati-hatian mengambil kesimpulan yang dipupuk dalam dunia ilmiah menjadikan kita mampu menilai secara kritis segala bentuk tafsir baru yang kini makin hiruk pikuk dan membingungkan. Sebaliknya, agama bisa juga selalu mengingatkan ilmu dan teknologi untuk senantiasa membela nilai kehidupan dan kemanusiaan bahkan di atas kemajuan pengetahuan itu sendiri. Misalnya, kalau demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mesti mengorbankan manusia, maka seyogyanya terjadi adalah sebaliknya.
Ketiga, lewat temuan-temuan terbarunya, ilmu dapat merangsang agama untuk senantiasa tanggap memikirkan ulang keyakinan-keyakinannya secara baru dan dengan begitu menghindarkan agama itu sendiri dari bahaya stagnasi dan pengaratan. Sebaliknya, agama dapat juga membantu ilmu memperdalam penjelajahan di wilayah kemungkinan-kemungkinan adikodrati atau supranatural. Apalagi jika wilayah-wilayah itu memang merupakan ujung tak terelakkan dari aneka pencarian ilmiah yang serius saat ini.
Keempat, temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknlogi pun dapat memberi peluang-peluang baru bagi agama untuk makin mewujudkan idealisme-idealismenya secara konkret, terutama yang menyangkut kemanusiaan umum. Sebaliknya, agamapun dapat selalu menjaga sikap mental manusia agar tidak mudah terjerumus dalam mentalitas pragmatis-instrumental, yang menganggap bahwa sesuatu dianggap bernilai sejauh jelas manfaatnya dan bisa diperalat untuk kepentingan kita.
B. Konsep Fisika
Perkembangan pengetahuan pada zaman purba berawal dari kegiatan manusia mengamati peristiwa-peristiwa alam. Hal ini terjadi di daerah Mesir, Babilonia dan Yunani. Pengamatan yang dilakukan oleh orang Mesir dan Babilonia melahirkan pengetahuan praktis, sedangkan pemikiran orang Yunani melahirkan filsafat dan seni. Mereka antara lain ialah Thales, Pythagoras, Leukippos, Demokritos dan Aristoteles. Pengetahuan di Yunani berkembang dengan baik sejak abad ke-5 sebelum masehi (SM).
Dalam abad pertengahan di Eropa dapat dikatakan tidak ada perkembangan pengetahuan. Sains berkembang di daerah Timur Tengah dan dilakukan oleh para ilmuwan muslim dan meliputi ilmu kimia, fisika, astronomi, matematika, kedokteran dan farmasi. Diantara nama-nama ilmuwan muslim yang terkenal ialah Al-Biruni, Ibnu Sina, Al-battani, dan Umar Khayyam.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang merupakan sumbangan ilmuwan muslim ini kemudian menyebar kedaratan eropa melalui daerah Spanyol yang menjadi wilayah kekuatan islam. Dengan adanya kegiatan intelektual ilmuwan muslim baik yang ada di daerah Arab maupun di daerah Spanyol mengakibatkan adanya kemajuan dalam proses berfikir masyarakat di Eropa pada zaman Renaisans. Nama-nama para ilmuwan eropa antara lain ialah Coppernicus, Leonardo da Vinci, Paracelsus, Kepler dan Galileo.
Perkembangan sains modern di mulai sejak abad ke-18. ilmu kimia, biologi dan fisika serta ilmu pengetahuan lain berkembang dengan pesat baik teori maupun praktek. Kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan ini ditunjang oleh adanya perkembangan teknologi.
Secara sederhana pengertian fisika ialah ilmu pengetahuan atau sains tentang energi, transformasi energi, dan kaitannya dengan zat. Sebagaimana sains yang lain fisika juga mengalami perkembangan yang pesat terutama sejak abad ke-19. Oleh karena itu, orang membagi fisika dalam fisika klasik dan fisika modern. Fisika klasik merupakan akumulasi dari pengetahuan, teori-teori, hukum-hukum, tentang sifat zat dan energi yang sebelum tahun 1900 mengalami penyempurnaan. Adapun bidang-bidang yang menjadi bahasannya meliputi mekanika, akustik, termometri, termodinamika, listrik dan magnet, optika. Bidang bahasan ini tetap merupakan dasar dari kerekayasaan dan teknologi, serta merupakan awal pelajaran fisika. Sekitar tahun 1900 terjadi beberapa fenomena anomali dalam fisika klasik sehingga melahirkan fisika modern.
Fisika modern mempelajari struktur dasar suatu zat, yakni molekul, atom, inti serta partikel dasar. Teori relativitas menunjukkan bahwa dalam hal jarak yang amat besar beserta kecepatan yang amat tinggi, teori fisika klasik kurang memadahi. Sejak 1925 teori kuantum tentang zat serta teori relativitas dapat dikatakan mendominasi fisika.
Fisika modern juga memberikan dasar serta penjelasan yang umum kepada fisika klasik. Sebagai contoh fisika modern menunjukkan bahwa energi dan zat adalah dua hal yang dapat dipertukarkan, artinya nergi dapat hilang dari system dan timbul kembali sebagai zat dan demikian pula sebaliknya. Tetapi ini bukam berarti bahwa hukum kekekalan energi dalam fisika klasik atau hukum kekekalan zat dalam ilmu kimia boleh disingkirkan. Untuk hal-hal tertentu misalnya pada partikel dengan kecepatan tinggi dan energi yang besar, hukum-hukum tadi menjadi hukum kekekalan zat dan energi.
C. Konsep Integrasi
Apakah ilmu tidak berlawanan dengan Islam? Terbukti tidak, sebab ayat-ayat dan hadits serta pernyataan-pernyataan ahli hikmah yang telah dikemukakan di atas justru mendorong para pemeluk Islam untuk mempelajarai apa yang terlihat (alam) dan apa yang tersurat (kitab). Kegiatan serta perpaduan fakultas fakir dan dzikir, merupakan bukti/tanda syukur dan cinta kepada Allah. Sarjana muslim bertolak dari tauhid, (Qs. 3:190-191), menganggap hokum-hukum alam sebagai sunatullah yang nyata, tertib dan tetap sesuai dengan firman Allah: “Tak ada perubahan dalam sunnah kami” (Qs. 27:77). Karena itu dalam sejaran Islam tak pernah ada sarjana yang mengalami hukuman atau dibunuh atas nama agama, seperti Coppernicus (1543 M), Bruno (1600 M), Galileo Galilei (1642 M) dan Miguel Serveto (1553 M). Sedang segala kesimpulan objektif hasil telaah ilmu tak pernah bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits, malah merupakan bukti pelaksanaan perintah al-Qur’an dan hadits.
Dr. Hussen Nasr (dikutip dari Poeradisastra, 1978) mengemukakan: “Ilmu pengetahuan Islam lahir sebagai hasil perkawinan antara semangat yang memancar dari wahyu Qur’an dengan ilmu-ilmu yang ada dari berbagai peradaban sebelum Islam, yang kemudian diolah melalui daya rohaniyah menjadi sesuatu yang baru yang berbeda tetapi bersinambungan dengan yang ada sebelumnya. Sifat internasional dan kosmopolitas Islam berasal dari watak internasional wahyu Islam, menunjukkan bahwa Islam pencinta ilmu pengetahuan pertama yang benar-benar bersifat internasional dalam sejarah umat manusia.”[5]
Hubungan antara agama dan sains tidak selalu harmonis. Seorang Skotlandia yang lahir di Beijing, Ian G. Barbour, yang merupakan doctor ilmu fisika lulusan Universitas Chicago sekaligus pemegang ijazah teologi, meneliti dan mengelompokkan hubungan antara sains dan agama ke dalam empat pendekatan, yakni: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Keempatnya didasarkan pada premis bahwa baik sains maupun agama diakui klaim kognitif masing-masing dalam deskripsi tentang alam fisik. Konflik terjadi ketika teori sains berbenturan dengan ajaran agama yang diterjemahkan secara harfiah pada masanya.
Konflik tidak terjadi bila sains dan agama tidak bersinggungan, yang disebut independensi. Dalam pendekatan independensi, sains dan agama terpisah secara otonom. Keduanya berjalan sendiri-sendiri, menjawab persoalan yang berbeda, memakai metode yang berbeda, dan melayani fungsi yang berbeda. Sains menelusuri hubungan sebab-akibat di antara fenomena-fenomena alam dan berurusan dengan fakta obyektif, sedangkan agama berurusan dengan nilai-nilai dan makna luhur. Keduanya memiliki domain masing-masingyang independent dan dapat hidup bersama sepanjang mempertahankan jarak aman satu sama lain.
Pendekatan ketiga adalah dialog. Dalam pendekatan ini, metode sains dan metode agama saling dibandingkan sehingga menampakkan kemiripan dan perbedaannya. Dialog bisa berlangsung ketika sains menyentuh persoalan di luar wilayahnya dan agama menawarkan jawabannya. Dialog juga terjadi ketika konsep sains digunakan sebagai analogi untuk membahas hubungan Tuhan dengan dunia. Ilmuwan dan teolog menjadi mitra dialog dalam melakukan refleksi kritis atas topic-topik tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.
Pendekatan terakhir adalah integrasi, di mana kemitraan yang sistematis dilakukan secara ekstensif antara sains dan agama dalam mencari titirk temu antara keduanya. Dalam integrasi, doktrin tertentu keyakinan agama dirumuskan kembali ke dalam argumentasi penjelasan ilmiah. Integrasi berlangsung ketika system filosofi seperti filsafat proses digunakan untuk menafsirkan pemikiran ilmiah dan agama dalam kerangka konseptual bersama.
D. Implementasi Integrasi Fisika dan Islam
Implementasi
Metodologi
Institusional
Ø Semua fakultas ilmu-ulmu kealaman, kemanusiaan, dan keagamaan berada dalam satu pendidikan tinggi.
Konsepsional
Ø Pendidikan adalah bagian dari pembentukan manusia muslim yang kaffah.
Ø Penelitian adalah bagian dari peningkatan kualitas tauhid sebagai khalifah Allah dimuka bumi.
Ø Pengabdian pada masyarakat adalah bagian dari ibadah yang merupakan manifestasi dari proses tasyakur manusia sebagai abdi Allah.
Operasional
Ø Kurikulum pendidikan semua fakultas harus memasukkan konsep-konsep fundamental ilmu-ilmu kalam, fiqih, tasawuf, dan hikmat sebagai pelajaran wajib di tingkat pertama bersama.
Ø Silabus dan buku daras semua fakultas harus memasukkan ayat-ayat al-qur’an yang bersesuaian dengan disiplin ilmu tersebut.
Ø Upacara do’a bersama harus dijadikan bagian pembukaan setiap proses pembelajaran seperti kuliah dan praktikum.
Ø Jadwal pengajaran tak boleh bertentangan dengan jadwal ritual ibadah wajib keislaman.
Ø Prohram penelitian tak boleh bertentangan dengan nilai-nilai fundamental akidah dan syariah.
Ø Program pengabdian pada masyarakat tidak boleh bertentangan dengan tujuan dan cara pengabdian masyarakat pada Yang Maha Pencipta.
Arsitektural
Ø Setiap kampus harus mempunyai masjid sebagai pusat kehidupan bermasyarakat, berbudaya, dan beragama.
Ø Setiap fakultas harus mempunyai mushola.
Ø Perpustakaan harus meliputi semua pustaka ilmu-ilmu kealaman, kemanusiaan, dan keagamaan,
Pendidikan islam integratif dan interkoneksitas berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yakni mengharmoniskan kembali relasi antara Tuhan-alam dan wahyu-akal, dimana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum. Dari sisi lalu muncul anggapan bahwa ilmu yang wajib ‘ain dipelajari adalah ilmu agama, sementara ilmu umum hanya wajib kifayah. Bidang ilmu yang berkarakteristik integratif sudah tentu memiliki interkoneksitas antarbagian keilmuannya. Walaupun begitu, masing-masing disiplin ilmu tetap memiliki karakter dan posisi tersendiri yang dapat dibedakan satu dengan yang lain. Hal ini, menurut buku ini, karena “nama” dan “batas” antara satu ilmu dengan ilmu yang lain memiliki indentitasnya sendiri-sendiri. Namun, bila “nama” dan “batas” keilmuan tersebut makin diperbesar lagi sasarannya, maka makin tampak keutuhan ilmu tadi.
Pertanyaan klasik yang selalu menjadi perdebatan umum dalam dikotomi adalah; pengetahuan manusia itu “bawaan” (inborn) atau “bentukan” (aquired)?. Pertanyaan ini memiliki rangka bangun karakter sejenis dalam perdebatan umum pencarian ilmu pengetahuan tentang asal mula kehidupan. Pada sisi lain, awal mula perdebatan dikotomi ilmu dalam Islam di mulai dengan kemunculan penafsiran dalam ajaran Islam bahwa Tuhan pemilik tunggal ilmu pengetahuan (Maha ‘alim). Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada manusia hanyalah bagian terkecil dari ilmu-Nya, dan manusia diberikan kebebasan unutk meraih sebanyak-banyaknya.
Berdasarkan argumen epistemologis, ilmu pengetahuan antroposentris dinyatakan bersumber dari manusia dengan ciri khas akal atau rasio sedangkan ilmu pengetahuan teosentris dinyatakan bersumber dari Tuhan dengan ciri khas “kewahyuan”. Dari sinilah lahir pertentangan antara agama yang menekankan pada pengetahuan kewahyuan dan filsafat yang menekankan pada akal manusia.
Perdebatan dikotomi ilmu tersebut semakin meluas dan mendalam karena dipicu oleh fanatisme agama. Akibatnya sering kali perdebatan dikotomi ilmu berakibat pada pengelompokkan-pengelompokkan ilmu yang terpisah-pisah dan menjalar ke berbagai aspek kehidupan. Seperti halnya pengelompokkan ilmu-ilmu yang Islam dengan ilmu-ilmu yang tidak Islam menjalar menjadi perdebatan akumulatif wilayah suatu bangsa seperti kelompok ilmu “Barat” dan “Timur”. Kelompok ilmu yang termasuk ilmu-ilmu Barat atau umum atau ilmu yang tidak Islam adalah filsafat, logika, dan kedokteran. Sedangkan lawannya, yaitu ilmu-ilmu Islam atau agama adalah fikih, teologi, sufisme, dan tafsir.
Dikotomi kedua kelompok tersebut mengidentikkan dengan kecenderungan masing-masing kelompok ilmu pada objek Fisik (tubuh) dan metafisik (ruh). Barat cenderung mengutamakan objek fisik dan Timur mengutamakan objek metafisika[6]. Meskipun anggapan ini tidak sepenuhnya benar, namun telah menjadi cirri umum antara Barat dan Timur. Sebagian orang menganggap ilmu agama sebagai ilmu yang sacral dan lebih tinggi kedudukannya[7] dari pada ilmu umum tanpa penjelasan yang tepat. Sedangkan ilmu umum diistilahkan dengan ilmu-ilmu profane, yaitu ilmu-ilmu keduniawian yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio dan logika[8]. Ilmu umum berkembang dan diidentikkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa penjelasan yang jelas pula.
Penyebab dari kemunculan dikotomi antara ilmu umum dengan ilmu agama menurut Azyumardi azra adalah bermula dari kecelakaan sejarah (historical accident) yaitu ketika ilmu-ilmu umum (keduniaan) yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio, dan logika mendapat serangan yang hebat dari kaum fuqaha[9]. Salah satu faktor mencolok lainnya penyebab dikotomi ilmu adalah fanatisme dalam beragama. Sikap fanatisme dalam beragama dalam kehidupan bermasyarakat melahirkan sikap eksklusivisme.
Pada tataran pengembangan perilaku warga kampus dirumuskan ketentuan menyangkut orientasi pengembangan, yaitu;
1. Memperdalam spiritual
2. Memperhalus akhlakul karimah
3. Memperluas ilmu pengetahuan
4. Memperkukuh profesionalisme.
Upaya mengintegrasikan ilmu dan agama selama ini tampaknya dirasakan sebagai suatu hal yang sulit dilakukan. Ilmu yang sesungguhnya adalah hasil dari kegiatan observasi, eksperimen, dan kerja rasio pada satu sisi dipisahkan dari agama Islam yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sesungguhnya hanyalah merupakan hasil temuan manusia dari pergulatan penelitiannya. Pada hakikatnya keduanya memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memahami alam dan kehidupan ini. Keduanya berfungsi untuk menyingkap tabir rahasia alam atau social yang dibutuhkan oleh umat manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meraih kebahegiaan hidupnya.
E. Penutup
Integrasi sains dan agama dapat dilakukan dengan mengambil inti filosofis ilmu-ilmu keagamaan fundamental islam sebagai paradigma sains masa depan. Inti filosofis itu adalah adanya heirarki epistemologis, aksiologis, kosmologis, dan teologis yang bersesuaian dengan heirarki integralisme: materi, energi, informasi, nilai-nilai dan sumber. Proses integrasi ini dapat dianggap sebagai islamisasi sains sebagai bagian dari proses islamisasi peradaban masa depan.
Kultivitas ilmu-ilmu terpadu dalam dunia Islam jelas bergantung pada system pendidikan yang memungkinkan transmisi dan implantasi ilmu pengetahuan diseluruh bentuknya dalam sebuah sikap yang terpadu dan holistic. System pendidikan Islam seharusnya menekankan pada seluruh ilmu keagamaan sekaligus juga mencakup semua bentuk ilmu pengetahuan dan sains.
Daftar Pustaka
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. Semarang: IAIN Walisongo Press.
Bagir, Zainal Abidin. Et. Al. 2005. Integrasi Ilmu Dan Agama: Interpretasi Dan Aksi. Cet. 1. Bandung: Mizan.
Daradjat, Zakiah. Et. Al. 1997. Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta: Departemen Agama RI.
Gazalba, Sidi. 1992. Ilmu, Filsafat Dan Islam: Tentang Manusia Dan Agama. Cet. 3. Jakarta: Bulan Bintang.
Jammer, Max. 2004. Agama Einstein: Teologi Dan Fisika. Yogyakarta: Yayasan Relief Indonesia.
Kusumamihardja, Supan. 1985. Studia Islamica. Cet. II. Jakarta: Girimukti Pusaka.
Leahy, Louis. 2001. Sains Dan Agama Dalam Konteks Zaman Ini. Cet. V. Yogyakarta: Kanisius.
Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu Dan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, Harun. 1986. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Ed. 1,. Cet. II. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Naufal, Abdu Razzaq. 1985. Islam Memadukan Agama Dan Dunia. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Ngani, Nico. Et. Al. Editor. 1994. Dialog Antara Teolog Dan Teknolog. Yogyakarta: Liberty.
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pranggono, Bambang. 2005. Percikan Sains Dalam Al-Qur’an. Bandung: Khazanah Intelektual.
Semiawan, Conny R. Et. Al. 1999. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Cet. IV. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tyler, Ralph W. 2005. Paradigma Kurikulum Dan Pembelajaran Antisipatoris Masyarakat Global. Malang: Kutub Minar.
ZAR, Sirajuddin. 1997. Konsep Penciptaan Alam Dalam Pemikiran Islam, Sains, Dan Al-Qur’an. Ed. 1., Cet. 2. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.
[1] Kusumamihardja, Supan. 1985. Studia Islamica. Cet. II. Jakarta: Girimukti Pusaka, hal. 9.
[2] Ibid.
[3] Ibid. hal. 10.
[4] Ibid. hal. 12.
[5] Kusumamihardja, op cit. hal. 338.
[6] C.A.Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta:PustakaObor Indonesia,2002), cet. ke-4, hlm.1.
[7] Azyumardi Azra, Rekonstruksi Kritis Ilmu dan Pendidikan Islam, dalam abdul Munir mulkhan,dkk., Religiusitas Iptek, (yogyakarta:Fakultas tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dab Pustaka Pelajar,1998), hlm. 87.
[8] Ibid., hlm. 78.
[9] Ibid., hlm. 78.